Baby Orca

Dianikramer
Chapter #21

Dua Puluh Satu

Sofiyah berjalan ke arah kotak beras yang terbuat dari besi itu. Ia melesapkan tangannya kedalam beras dan terus mencari sesuatu sampai akhirnya tangannya itu menggenggam sesuatu.

Dia mengangkat kaleng bekas rokok berwarna merah yang terdapat sebuah garis melintang diatasnya, garis itu berwarna emas. Ia mengambil kaleng itu. Dia memejamkan matanya. Ia mengingat setiap hari kamis dan senin adalah jadwalnya menyisihkan uang ongkos angkutan umum. Untuk dapat menyisihkan uang tersebut, dia rela berangkat sangat pagi bersama mobil pickup yang mengangkut sayur. Ia belum memejamkan mata. Uang ini ia kumpulkan semata hanya untuk membelikan ayahnya sepasang sepatu. Kesedihan macam apa yang menyapa, sehingga airmata pun seolah enggan singgah.

Dia memberi uang seratus lima puluh ribu untuk adiknya dengan harapan adiknya tidak lagi bersedih atas tragedi kotoran ayam tersebut. Sofi tak lupa menyisihkan uang seratus ribu untuk ibunya.

*

Hari ini Sofi menginap di rumah jagaan villa. Sofi bersyukur meski, dia bukan orang berada, namun setidaknya dia bisa menikmati suasana damai yang di sponsori oleh tanaman yang berbaris berjejer bak prajurit perang yang selalu bersiaga menjaga dan menghembuskan angin segar.

Lalu, kapan lagi dia bisa menenggelamkan separuh kakinya kedalam kolam. Ia memasukan jari-jarinya kedalam air yang birunya dapat menyejukan mata.

Rasa syukur pandai berkelit. Sesulit apapun keadaanmu dia selalu mampu muncul, sepelik apapun itu.

Dan apapun itu, berbahagialah.

“Teng teng teng.” suara tukang bakso melintas. Suaranya terus gentayangan, lalu Sofi dan Aisyah memesan tiga mangkuk bakso. Untung saja sedari kecil, Sofiyah sudah hafal dengan selera kakaknya. Sudah hafal di luar kepala.

“Baksonya campur tapi enggak pake bihun ya mas.”

Firman, Sofiyah dan Aisyah meracik bumbu yang mereka kehendaki.

Saat akan membayar, Firman menggerutu. “Haduh uangnya ketinggalan.”

“Pakai ini saja dulu.” Ucap Sofi sambil mengambil uang seratus ribuan pada dompetnya.

“Sof, nanti aa ganti yah,”

“iya a, tenang aja.”

Lalu mereka menikmati bakso di teras villa. Firman menghabiskan semangkuk bakso itu dengan cepat. Lalu ia meninggalkan istri dan adik iparnya. Ia lanjut membabat rumput di belakang.

Aisyah mengangkat tangannya lalu menggesek ibu jari dengan telunjuknya.

Lihat selengkapnya