Kakinya berjalan pelan, melewati beberapa blok perumahan yang berdiri berdampingan disampingnya. Rasa lelah menyelimuti setelah sejak pagi mencari pekerjaan.
Namun, belum ada tempat kerja yang mau menerimanya, dengan alasan latar belakang pendidikannya yang dikatakan rendah. Memang, dirinya hanya lulusan menengah atas. Lalu, apa salahnya jika ia melamar pekerjaan?
Bahkan, ia pun mendaftar pada pekerjaan yang dikatakan sudah sangat rendah. Tetapi, tetap saja tidak ada satu pun yang ingin menerimanya. Menyedihkan sekali hidupnya ini.
Langkahnya berhenti tepat didepan minimarket, seketika ia memegangi perutnya yang belum di isi sejak pagi. Maklum, uangnya sudah menipis dan ia harus berada pada mode makan satu kali sehari.
Matanya beralih melihat seseorang yang sedang memakan mie instan dengan uap yang keluar dari cupnya. Bisa dikatakan, jika mie tersebut baru matang dan masihlah hangat.
"Euhh, aku seketika ingin makan mie." keluhnya.
Ia kemudian mengeluarkan uang dari sakunya, lalu mencebik sedih. Uang yang berada ditangannya kini hanya cukup hingga esok saja. Mirislah sudah nasibnya.
KRIUKK..KRIUKK
Perutnya sudah berdemo, pertanda bahwa sudah tidak dapat diganggu gugat lagi rasa laparnya ini.
"Baiklah, mari kita makan saja. Dan lupakan hari esok!" ucapnya dengan sangat yakin.
Ia melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam minimarket, kakinya langsung menuju bagian mie dan minuman dingin. Mengambilnya lalu membawanya ke kasir untuk dibayar. Setelah itu, menyeduhnya dan menunggunya hingga matang.
Saat menunggu mienya matang, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara tangisan yang sangat menggelegar. Matanya langsung saja mencari ke arah sumber suara.
Tampaklah seorang wanita tengah menenangkan sosok laki-laki yang tengah menangis diatas lantai. Sembari sesekali menggerakan kedua kakinya, seperti anak kecil yang sedang menangis.