Blair menunggu mesin fotocopy berjalan secara normal. Siang nanti beberapa divisi akan meeting dan ia kebagian untuk menyiapkan ruangan.
“Hei kok ngelamun sih?”
Tepukan di lengan membuatnya sadar, “Hah, enggak kok Mas. Ini lagi nunggu kertas.”
Pria itu tersenyum, “Kertasnya udah selesai dari tadi, Blair. Sekarang gantian ya, aku juga mau pakai mesinnya.”
Blair mengurai senyum, “Nyindir apa gimana sih Mas?” tanyanya.
“Uhmmm, lebih ke nyadarin ya,”
Bair sedikit menyingkir dengan kedua tangan yang penuh dengan sekumpulan kertas. Setelah berpamitan dengan Naren, ia masuk ke ruangan meeting. Mulai menyusun kertas-kertas dia atas meja, lengkap dengan air mineral di sampingnya. Tak lupa juga ia mengecek proyektor, apakah sudah berfungsi dengan baik atau belum.
“Hallo,” suara lembut itu membuatnya menoleh.
Bait sedikit membungkukkan tubuhnya. Dari ekor matanya, ia dapat melihat dengan jelas betapa cantiknya wanita yang berdiri di hadapannya. Cantik, dewasa, dan juga mempesona. Pasti wanita itu menjadi primadona.
“Hhhmmm, apa saya terlalu awal?” tanyanya.
“Silahkan duduk, Nona Salma.”
Salma tampak terkejut, “Kamu kenal saya?” tanyanya.
Blair menganguk, “Tentu saja,” jawabnya ramah.
Tak lama, jajaran para staf pun ikut masuk ke ruangan meeting. Sedikit menundukkan kepala ke arah Salma dan duduk di tempatnya masing-masing.
“Blair...” suara tegas yang familier itu membuat kedua perempuan menoleh secara bersamaan.
“Ed,” bukan Blair yang berlari mendekat, melainkan Salma yang langsung saja memeluk tubuh kekar itu tanpa rasa bersalah, menimbulkan tatapan aneh dari para staf.
Ed mengangkat kedua tangannya ke udara dan melangkah menjauh. “Sorry, saya tidak suka dengan sikap kamu.”
“Ed...” lirihnya tampak kecewa.
Tanpa mengatakan apapun, ia berjalan ke tempat duduknya. Namun, sebelum itu, ia lebih dulu membisikkan kalimat tepat di telinga kekasihnya.
“Hallo, my fiance ...”
^_^
“Dia mantan pacar Mas Ed?” tanya Blair sambil memandang langit yang tampak biru.
Ed menatapnya tegas, “Bukan! Kamu itu pacar pertama saya, sekaligus menjadi yang terakhir.”
Blair melirik Ed dengan arah menyamping, “Tapi kalau Mas Ed berubah pikiran, lebih baik mundur sekarang sebelum terlambat.”
“Maksud kamu?” tanya Ed tak suka.
Blair tersenyum, “Kalau suatu saat Mas Ed jatuh cinta pada perempuan lain, pergilah. Siapa tahu itu adalah jawaban dari Tuhan...”