Baby Without Parent

C R KHAN
Chapter #24

Berbeda

Ed menghela napas panjang, rasa lelah terus saja melingkupi hatinya. Ini sudah dua bulan sejak kepergian Blair di hidupnya. Seharusnya, ini menjadi waktu paling bahagia baginya dan Blair, karena mereka akan segera menikah. Namun, semuanya kandas begitu saja.

“Hallo Blair, kamu ada dimana? Saya itu sebenarnya mau kasih bunga loh ke kamu. Blair Adijaya, lulusan tebaik jurusan bisnis manajemen. Bangga loh saya jadi dosen pembimbing kamu, apalagi kita juga pernah satu project bareng.”

Ed melirik Kanza yang kini sibuk berbicara via telepon setelah menyelesaikan acara wisuda di kampus. Dan benar, Blair menjadi lulusan terbaik bisnis manajemen di kampus, sekaligus dinobatkan sebagai the best of thesis, juga artikel ilmiah terbanyak. Gadis itu memang tak datang di acara wisuda, digantikan dengan dirinya yang muncul secara virtual. Ia sedikit memberikan speech sebagai lulusan terbaik. Suara itu, senyuman itu, semuanya membuat Ed merindukannya. Namun, gadis itu belum mau bertemu dengannya.

“Oke, kapan-kapan kita ketemuan ya. Ceileh, udah kayak mau pedekate aja ya kita...”

Setelah Kanza menutup panggilannya, Ed mendekat padanya. Kali ini, ia sudah cukup bersabar oleh kenyataan bila ia belum bisa bertemu dengan Blair, tapi rasanya sudah cukup. Sudah saatnya dia menyelesaikan segalanya.

“Kenapa?” tanya Kanza sedikit ketus seperti biasa, setidaknya selama dua bulan terakhir ini.

Please, kasih tahu gue dimana Blair sekarang! Gue udah gak bisa lagi, Za!” katanya lirih dan terdengar memohon.

Kanza tersenyum, “Jadi sekarang udah sadar?” tanyanya.

“Apa sih?”

“Sama Salma bukan cinta berarti?” tanya Kanza lagi.

Ed menggeleng dengan yakin, “Dia beda sama Blair, Za. Setiap gue berdua sama dia, gue selalu ingat Blair. Mau lupain juga susah banget. Rasanya, gue udah gak tertarik sama cewek lagi, cuman Blair yang berhasil buat hati gue berdebar gak karuan. Gue ngaku kalau waktu ciuman sama Salma, gue berdebar... tapi ya udah. Tapi kalau sama Blair, gue berdebar, ada keinginan miliki dia, kadang juga lupa sama batas yang gue buat sendiri. Blair beda, Za, dan gue nyesel banget gak tahu apapun tentang dia.”

Kanza menarik napas, “Gue cerita sedikit ya tentang masa lalunya Blair. Gue tahu ya karena cerita ini jadi legend pada masanya, jadi gue diceritain sama rekan dosen di kampus sebelah.”

“Blair, ke ruangan saya bentar ya...”

“Baik, Pak.”

Blair menatap dosennya dengan tatapan bingung. Bukan rahasia lagi bila ia memang menyukai dosennya itu sejak awal perkuliahan. Jadi, jangan tanya lagi betapa gugupnya ia sekarang.

“Blair, saya sudah dengar tentang berita itu...”

Gadis itu semakin menundukkan kepalanya. “Maaf Pak, saya sama sekali gak bermaksud apapun.”

“Iya, saya tahu kok, tapi_”

Blair lebih dulu mengangkat kepalanya, “Bapak tenang saja, biar masalah ini menjadi urusan saya. Lagipula ya Pak, terkadang rasa suka tidak harus selalu dibalas. Jadi, Bapak jangan khawatir, saya akan menyelesaikan masalah ini secepatnya.”

Pria itu tersenyum, “Kamu itu bilang apa sih? Saya itu cuman mau bilang... untuk selanjutnya kalau di luar kampus, kita ber-aku-kamu aja ya...” katanya seraya tersenyum.

Blair tampak terkejut, “Maksud Bapak apa?” tanyanya.

“Aku juga suka sama kamu,”

Hubungan keduanya berjalan sebagai mana mestinya, layaknya pasangan pada umumnya. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam, karena mereka tak ingin seluruh kampus tahu tentang hal itu. Namun, masalah demi masalah pun mulai bermunculan.

Lihat selengkapnya