“Kamu gak biasa, Blair! Kamu sangat berarti buat aku!”
Blair menoleh pada suara yang selama lima tahun ini sangat mengganggu hari-harinya, karena ia belum bisa benar-benar melupakan pria itu.
Ed mendekat dan langsung berlutut di depan Blair dengan tatapan yang sendu. Dalam lima tahun ini, pria itu seolah mendapatkan ujian yang sangat banyak, karena ia lemah sejak Blair pergi dari hidupnya. Kondisinya yang semakin memprihatinkan membuat Mama dan Kakaknya memberitahukan tentang keberadaan Blair selama ini.
“Sayang, kenapa kamu ninggalin aku? Padahal kamu tahu kalau aku sangat cinta kamu.” Ed berkata sambil menarik kedua tangan Blair dan menggenggamnya.
Blair ingin melepaskan genggaman itu, tapi Ed mencegahnya. “Apa kabar, Blair?” lirihnya.
Blair menatap Ed lekat yang kini tampak kurus dengan cekungan di bawah matanya. Dia bukan lagi pria tampan tanpa cela seperti sebelumnya, kini ia lebih terlihat layaknya mayat hidup. Segala tenaganya hanya ia salurkan untuk bekerja tanpa istirahat karena terlalu merindukan Blair.
“Pak Ed,” lirih Blair.
Suara langkah cepat seseorang mengagetkan semua orang. “Oh, jadi kamu Ed?”
Frans langsung menarik Ed menjauh dari dekat Blair dan langsung memberikan tinjauan tepat di wajah Ed.
“Mas Frans, udah! Aku gak mau kalian semua berantem!” cegah Blair melerai.
“Dia udah nyakitin kamu, Sayang. Dia yang buat kamu jadi kayak gini!” balas Frans.
“Aku tahu, dia memang pernah nyakitin aku. Tapi ya udah, semuanya udah selesai. Kita bisa ngomong baik-baik.”
“Tapi, Sayang...”
Blair menarik napas pelan, “Mas kenapa balik lagi, ada yang ketinggalan?” tanyanya.
“Aku mau ambil flashdisk yang ketinggalan,” jawabnya.
“Mas tunggu sini, aku cariin di kamar bentar.”
Blair masuk ke kamar dan mulai mencari flashdisk yang dicari Frans. Setelah menerimanya, pria itu diminta untuk pulang lebih dulu.