Ed berjalan mendekat pada seorang gadis yang ada di kursi santai di dekat pohon rindang yang letaknya di depan rumah. Blair menatap langit dengan posisi tubuh telentang dengan satu tangannya ia letakkan di dahi.
“Blair...” panggilnya.
Gadis itu lantas bangun dari posisinya dan mengganti posisinya menjadi duduk. Ia tersenyum dan kembali memlempar pandangan ke langit.
“Maaf, gara-gara aku...kamu jadi hidup tidak bahagia.”
“Saya bahagia kok...” jawabnya.
Ed meraih jemari Blair, lalu mengecupnya lumayan lama. “Harusnya dulu aku gak perlu ragu dengan rasa cinta ini, harusnya aku menjawab dengan mantap kalau aku cinta kamu.”
“Saya sudah maafkan Bapak,” katanya.
“Give me a chance, please! Aku siap menunggu kamu siap nerima kamu kapan pun, bahkan sampai aku tua juga gapapa. Karena kebahagianku itu bersamamu.”
Blair tertawa, “Sekarang Bapak juga sudah tua kok, empat puluh tahun...”
“Lima tahun itu lama buat aku, aku gak bisa ketemu kamu dan juga Baby Nord. Waktu udah ketemu, kamu dan Frans sudah bersama. Dia pria yang beruntung bisa bersama kamu.”
“Saya sama Mas Frans udah putus, jadi jangan dibahas lagi.”
Ed memejamkan matanya menahan tangis. Ia sungguh cengeng saat ini, tapi ia memang tak sekuat itu untuk menjelaskan semuanya pada Blair. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya bila ia tidak mengungkap segalanya, atau bisa jadi ia menyesal.
“Blair, apa kamu masih mencintai Frans?” tanyanya.
Blair menoleh, menatap Ed, “Kenapa tanya itu? Saya sayang dengan Mas Frans, bahkan dulu saya pernah suka dengan dia. Dia pria yang baik, tapi mungkin saya yang salah...tidak bisa menjanjikan satu hal mudah yang ia inginkan.”
“Do you still love me?” tanya Ed.
Blair mengangkat wajahnya, “Kalau iya kenapa? Lagi pula, kita sepertinya tidak berjodoh...”
Ed memeluk Blair dari samping, “Siapa bilang kita gak jodoh? Kamu bilang masih cinta aku, aku juga selalu cinta kamu. So, give me a chance, please!”
“Sepertinya, saya memang tidak pantas untuk dicintai. Satu per satu pria yang sayang sayang pergi meninggalkan saya...” lirihnya.
Ed mengecup pelipis Blair, “Frans still love you, Blair, always love you. Dan aku juga sangat cinta kamu.”
“Mas Frans ingin hubungan kita berakhir, itu artinya dia sudah tidak cinta lagi dengan saya. Dia bilang, saya belum sepenuhnya melupakan Bapak...”