Blair menyingkirkan lengan Ed yang melingkari tubuhnya. Baru saja kakinya siap menapak di lantai, tubuhnya sudah dipeluk dari belakang oleh suaminya.
“Sayang, mau kemana? Jangan kemana-mana!” cegahnya.
“Mau ke kamar mandi, Mas. Abis itu aku mau buat sarapan.” Blair menjawab.
Ed menggeleng, “Aku masih mau nempel sama kamu terus, biar kamu gak hilang. Disini aja ya, nanti kita pesan makan aja!” rengeknya seperti anak kecil.
“Aduh Mas, masak aja lah...”
“Ya udah kalau kamu tetap mau masak, aku harus tetap kayak gini nih...” katanya.
“Oke, kita pesan makan di luar...” putus Blair akhirnya.
Selama Ed memilih menu makanan melalui ponsel pintar nya. Panggilan video dari Endana masuk, Blair langsung mengangkatnya.
“Hallo Kak Endana...” sapanya.
“Kalian lagi ngapain?” tanya Endana bersama Rebecca di sampingnya.
“Abis pesen makanan, Kak, sama Mas Ed gak dibolehin masak.” Blair menjawab sambil melirik suaminya.
Ed bergelayut di bahu Blair sambil mendusel manja. “Aku lagi mau manja sama Blair. Ini gak bisa lepas, maunya nempel terus...” kata Ed membuat Rebecca dan Endana tertawa keras.
“Aduh, Si Bucin akut...” komentar Endana.
“Ed, kamu ini udah tua, tapi kenapa masih manja gitu sih?” tanya Rebecca sambil geleng-geleng kepala.
Ed mengelus kepala Blair dengan sayang, tatapannya penuh cinta. “Sayang, nanti abis ini kita jalan-jalan ke Manahan yuk!” ajaknya.
“Abis makan ya, udah lama juga aku gak ke Manahan...”
“Kalian ini malah ngobrol berdua, Mama juga mau dong kangenan sama kalian...”
Ed menggeleng, “Kita itu gak bisa dipisahkan, Ma. Nord aja udah aku ungsiin, hahaha...”
“Pinter ya kamu ini!”
“Iya dong, harus puter otak biar bisa berduaan sama Blair. Aku udah terlalu bucin banget sama Blair, jadi sedikit posesif pokoknya.”
Rebecca menggeleng, “Eh gak boleh posesif ya, cukup menjaga saja ya. Karena kadang posesif itu bisa menjadi negatif, kasihan Blair nanti bisa tertekan.”
Ed cemberut, “Ya gimana dong, Ma...aku terlalu takut kehilangan Blair.”
Terdengar bunyi bel rumah, “Aku ke depan dulu ya, kayaknya pesenan kita udah datang.” Ed pamit seraya mengecup pelipis Blair.
Blair tersenyum sambil menganguk. Di layar, Rebecca dan Endana ikut tersenyum. “Ed kelihatan sayang banget ya sama kamu...”
“Iya, Ma...”
“Sekarang Mama lihat dia tuh bahagia banget. Dalam beberapa bulan terakhir ini dia kelihatan sedih, apalagi sewaktu Frans meninggal.”
Blair menganguk, “Iya, Mas Ed baik banget sama aku. Ini juga alasan kenapa aku mencintai dia.”
“Sayang, makan dulu yuk! Aku udah siapin makanan di meja makan...” ajak Ed dari meja makan.
“Ma, Kak...kita makan dulu ya. Nanti kita lanjut ngobrol lagi, bye...”