BACK: Nice To Meet You

xwxswag2000
Chapter #8

Kepala Siapa Sekarang

Sentani, 29 Mei 2022 ....

Suhu mencapai 40 derajat celcius siang ini. Pepy tampaknya tidak menyadari bahwa dirinya baru saja terlibat dalam perubahan warna kulitnya. Dia sibuk mencari, memetik bunga-bunga liar yang dikantonginya dengan baik menggunakan baju, persis kanguru. Tetapi tampaknya dia sadar dia ditinggalkan, karena mendadak saja dia mendongak memandang si rekan yang pergi ke lain tempat.

"Kulitku terbakar, bantu aku!" Pepy memelas.

"Aku tidak tertarik."

"Tunggu! Neo!" Gerakan kakinya dipercepat.

Dua kali Pepy melangkah sama dengan satu langkah pria itu berjalan. Dia kesal sendiri dengan kondisi kakinya yang sekarang. Padahal saat mereka pertama bertemu, ukuran tubuh Pepy sejangkal lebih tinggi membuatnya sering menyombongkan diri. Pepy berdecak dan bergumam, "Kau hanya berjalan, tapi aku harus berlari."

"Aku tidak menyuruhmu mengikuti."

"Neo ...." Bola matanya dialihkan bukan tanpa sebab.

Melepas pakaian atasnya, Jun berkata, "Kau sudah pernah melihatnya, jangan memasang wajah seperti itu."

Benar .... "Mama Tua yang melakukanya, kan?" Bibirnya berkata, namun wajahnya masih dipalingkan. Saat menandang ke depan ia melihat wajah pria itu terlalu dekat dengan wajahnya. Tanpa sadar Pepy melangkah mundur.

Identitas sebenarnya dari pria yang tidak lain adalah Jun kini tengah menyudutkan Pepy sampai harus menempel pada sebuah pohon besar. "Tatapan seperti itu ... aku membencinya." Paras wajah dengan auranya yang sangat menyeramkan, ditambah karena postur tubuhnya yang lebih tinggi. Membayangkanya seperti tatapan Jun akan membuat lubang di tubuhnya.

Suasana canggung apa lagi ini? Lapang pandangnya beralih pada daun-daun yang sedang berjatuhan. Pepy pun menarik napas panjang sebelum lutut runcingnya digerakkan bebas ke depan.

"Keuk ... kau!"

"Si-siapa yang baru saja bicara? Aku tidak mendengarnyaaa! Dia otak udang, tidak ada yang mengasihaninyaa! Matahari sialaaan!" seru Pepy melemparkan semua bunga yang telah ditampungnya tadi. Berlari menuju sungai yang tidak jauh dari tempat ia berdiri.

Dijeburkan tubuh tanpa haluan. Cipratan air mengalir melawan gravitasi. Dari sisi transparant itu tampak sosok pria dengan senyum terbaiknya, dengan beberapa mahkota bunga yang menasang pada rambutnya.

"Sudah tiga hari aku tidak pulang ke rumah," ucap Pepy memeras pakaiannya.

"Lalu pulang saja. Toko bungamu tidak akan lenyap seketika saat kau pergi."

"Apa yang harus kukatakan padanya saat tiba di rumah? Aku takut mama masih marah."

"Kau belum bertemu langsung, bagaimana bisa kau tau dia masih marah padamu?"

"Aku hanya berpikir-"

"Pulanglah, aku yakin dia merindukanmu." Diusap sepanjang bulu mata bawah hingga ke ujung. Kini wajah mereka saling berdekatan.

"Ka-kau benar, aku harus pulang hari ini," ujar Pepy memperlebar jarak agar tidak terdengar bunyi napasnya yang tidak beraturan.

Mereka berpisah setelah Pepy menginjakkan kakinya di muka hutan. Meski dedaunan kini menampakkan tenang, meski batang-batang pohon diam tak bergeming, beberapa orang mungkin berlarian melangkahi akar-akarnya, mencari sesuatu.

Lihat selengkapnya