Dengan kemeja kusut dengan rambut yang sama sekali tidak terawat, serta aroma tubuh yang berbau asap rokok. Adrian berjalan linglung memasuki sebuah rumah yang tengah mengadakan peringatan seribu hari (Tiga tahun lebih) Kematian mendiang anaknya atau biasa disebut sebagai perayaan Ngewu. Dimana Tujuannya sendiri ialah acara selamatan yang menyatakan bahwa Jasad Aksara telah mencapai kesempurnaan Jasad Aksara yang telah menyatu dengan tanah sebagai asal muasal manusia.
Kedatangannya saat itu sama sekali tidak disambut hangat oleh semua orang yang ada disana, bahkan beberapa sorotan mata hanya bisa menatap kasihan kepada Adrian. Salah satu diantaranya adalah Maya yang merupakan mantan istri dari Adrian.
"Ada apa dengan tatapan kalian itu? Aku juga takkan sudi untuk datang kesini, kalau bukan Maya yang mengundangku. Lagipula siapa yang ikhlas akan kematian anaknya sendiri," bentak Adrian yang menggebu-gebu didalam ruangan yang sedang diramaikan oleh para tamu. Sepertinya para tamu baru saja usai membaca doa dan pengajian untuk mendiang Aksara, makanya banyak tumpukan Yasin di sudut ruangan.
"Apa? Kenapa kau menatapku penuh kebencian, memangnya salahku kalau Tim mu kalah?" teriak Adrian kepada beberapa teman yang dulu menjadi rekan setimnya.
"Tenanglah, Adrian! kau merusak acara ini, mendingan kau tidak usah datang kalau tidak bisa mengikhlaskan kematian anak kita." Maya mulai merasa tidak enak kepada para tamu, ia juga tidak habis pikir dengan tingkah Adrian yang semakin parah dan mengalami depresi yang tak kunjung mereda.
Dengan penuh kesabaran, Maya menarik Adrian untuk meninggalkan rumah itu secepat mungkin. Rasanya ia merasa bersalah karena telah menganggap kalau Adrian sudah membaik, nyatanya ia hanya akan mempermalukan diri sendiri bila berlama-lama disini. Maya juga tak ingin teman sekolah Aksara akan malu bila melihat Ayahnya yang bertingkah dan berpenampilan seperti orang tidak waras, ia tak mau anaknya yang berada dialam sana akan merasa tidak tenang.
"Menyingkirlah dariku, May! Kau sama sekali tidak paham dengan perasanku, kau sama saja seperti mereka. Apa kau sudah lupa rasanya menjadi ibu untuk Aksara? Ah tidak, sepertinya kau sudah hidup bahagia dengan kekasih barumu dan melupakan peranmu sebagai ibu untuk Aksara." Tak hentinya Adrian menjelek-jelekkan manta istrinya itu, ia benar-benar tak bisa lagi berpikiran logis dan terus mengutuk semua orang yang ada dihadapannya.
Hingga pada akhirnya, Pak Surya yang merupakan mantan mertua Adrian mulai turun tangan. Jelas saja ia tak terima pada perkataan Adrian yang kerap menjelekkan Maya, ia benar-benar kecewa berat kepada mantan menantunya itu.
"Kau sudah kelewat batas, pergi kau dari rumahku!" usir Pak Surya yang langsung menarik paksa Adrian untuk meninggalkan Rumahnya. Kesabarannya sudah benar-benar diambang batas, ia tak bisa lagi mentolerir sikap dan perkataan Andrian. Padahal selama ini, ia sangat bersyukur bisa mendapatkan menantu hebat seperti Adrian.
"Kau juga sama saja, Pak tua. Kau telah melupakan cucumu, kalian sama sekali tidak pernah menyayangi anakku." Adrian merasa tidak senang saat berhasil diusir keluar dari pagar rumah, ia terus menunjuk kearah wajah Pak Surya.
Hingga akhirnya dua orang lansia berjalan tergesa-gesa mendekati Adrian dengan wajah yang teramat sedih, bahkan wanita tua itu sampai memeluk erat Adrian dengan air mata yang menetes.