"Bantu aku pakai perlengkapan Catcher ini!" pinta Adrian yang langsung dituruti oleh Aksara, ia membantu memasangkan Leg Guard atau biasanya di sebut pelindung kaki yang diharuskan untuk digunakan oleh para Catcher. Tujuannya agar Catcher terlindungi dari lemparan bola yang bisa menyebabkan cedera pada kakinya. Dan disusul juga pemasangan Baju Pelindung, serta penggunaan Mask atau Pelindung wajah yang juga memiliki peran penting dalam mencegah cedera.
"Terimakasih, nak." Adrian langsung memasang Catcher Glove ditangannya yang menjadi salah satu senjata paling penting bagi seorang Catcher. Sebelum akhirnya, ia berdiri dengan gagah dan penuh percaya diri.
"Nak? Memangnya aku anakmu," keluh Aksara yang cuman bisa tersenyum kecut. Lalu, ia langsung memasang Finger Glove ditangannya dan mengambil dua buah bola Baseball yang akan digunakannya.
"Kita mau latihan apa sekarang?" tanya Aksara.
Adrian belum menjawab, ia masih sibuk mengamati Aksara cukup lama. Hingga ia teringat pada Topi yang ada di Ranselnya, tak menunggu waktu lama dirinya langsung mengambil Topi itu dan diberikan tanpa syarat kepada Aksara.
"Aku hampir lupa, Pakailah Topi ini! Kau akan terlihat seperti seorang Pitcher sungguhan," ucap Adrian.
Aksara meraih Topi itu dari tangan Adrian. ia melirik bingung kepada Adrian, sebelum akhirnya ia menatap tajam pada Topi tersebut. Dan sebuah senyuman kegirangan mulai terpancar dari wajahnya, "Topi ini sangat mirip sekali dengan milik Papa, kau pasti memang Fans sejatinya sampai bisa membeli semirip ini."
Adrian hanya terbengong sesaat, ia tidak merasa ingat bahwa dirinya pernah menunjukkan Topi tersebut kepada sang Anak. Dahinya sampai berkerut saking bingungnya, sebab ia sama sekali tidak pernah menceritakan mengenai masa lalunya dengan topi itu kepada sang anak.
"Kau juga tahu tentang Topi itu?" tanya Adrian.
"Ya, kakekku menceritakannya padaku saat aku tidak sengaja menemukan Topi ini di gudang Rumahnya Kakek. Aku masih ingat jelas kalau saat itu usiaku 10 Tahun," jawab Aksara yang wajahnya perlahan-lahan berubah menjadi datar, kali ini senyumannya mulai menghilang bersamaan dengan kilauan Matahari yang semakin menyilaukan cahayanya.
"Tidak banyak sih yang diceritakan Kakek padaku, soalnya aku langsung meminta Kakek untuk berhenti bercerita saat itu. Niatnya sih aku ingin meminta Papa yang menceritakannya padaku secara langsung, tapi sayangnya aku tidak punya waktu untuk meminta kepada Papa. Dia selalu saja sibuk dan lebih banyak menghabiskan waktu di Asrama Pelatihannya."