Backstreet = Bronis

Bentang Pustaka
Chapter #3

Dua

“Lulu!” Cio sama Lulu langsung menoleh saat ada suara keras itu. Dilihatnya Yoga sudah menyengir sambil berjalan masuk ke kelas XII. Yoga ini emang manggil Lulu tanpa embel-embel “kak”, “mbak”, atau “teteh”. Katanya nggak perlu, soalnya beda umur mereka cuma dua tahun.

“Eh, kutu beras! Lo ngapain ke sini mulu?!” Lulu kesal sambil melempar keripik kentang ke wajah adiknya itu. Yoga sekarang malah duduk di depan Lulu dan Cio.

“Biasa,” jawab Yoga cengengesan. Sekarang dengan muka sok ganteng dia mulai mengedarkan pandangannya ke kelas Cio. Lebih tepatnya, sih, mengedarkan pandangannya ke cewek-cewek di kelas Cio.

Setelah dua minggu pasca-MOS, Yoga jadi sering banget main ke kelasnya. Dia bilang kelasnya itu ceweknya cantik-cantik. Jadi, siapa tahu dia bisa dapetin satu. Terlebih lagi ada Lulu di kelas ini. Jadi, kalau dia ditanya ngapain ke kelas XII, dia bakalan jawab mau nyamperin kakaknya.

Sebenarnya, Cio agak nggak suka sama tingkah Yoga, tapi karena adiknya Lulu, dia jadi nggak enak kalau mau mengkritik. Sekadar informasi, Cio paling nggak suka sama junior yang caper sama senior. Mau cewek atau cowok, Cio tetep risi melihatnya.

“Najis gue punya adek kayak lo,” ucap Lulu sambil memutar bola matanya malas. Yoga mencebikkan bibirnya.

“Oh iya, nanti nonton gue tanding futsal, ya,” ucap Yoga sambil menatap Cio dan Lulu bergantian.

“Emang lo bisa main bola?” tanya Lulu sinis dan langsung dihadiahi pelototan oleh Yoga.

“Pokoknya lo berdua kudu dateng, gue bakal tanding lawan sekolah sebelah,” kata Yoga sambil menaikturunkan alisnya. “Kalau tim futsal gue menang, kalian bakal gue traktir apa pun,” sambung Yoga sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

“Eh, serius?” pekik Cio sama Lulu berbarengan. Mereka kaget dengan omongan bocah kelas X ini, bahkan Lulu sampai gebrak meja saking kagetnya.

“Serius, gue baru dapet duit bulanan,” kata Yoga sambil menepuk-nepuk saku seragamnya.

“Okelah,” jawab Cio cepat. Lulu langsung menoleh ke arah Cio dengan tatapan tak percaya. Cio cuma ngasih senyum santai ke arah Lulu, soalnya kapan lagi gitu, ditraktir sama adik kelas.

“Tapi, nanti gue ngajak temen gue, ya. Katanya, dia lagi gabut hari ini,” kata Yoga. Cio menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar.

“Nggak masalah, asalkan ditraktir. Iya, nggak, Lu?” Cio menanyakan pendapat dan Lulu ngasih senyum asem ke arah Cio. Walaupun begitu, Cio tahu bahwa Lulu setuju dengan keputusan Cio. Alasannya, karena Lulu juga suka gratisan.

***

Cio menatap Yoga dengan alis terangkat, menatap cowok itu dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan yang seolah-olah geli.

“Lo menjijikkan banget, sih, Ga,” ucap Cio sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Bukannya tersinggung dengan ucapan Cio, Yoga malah menyengir dan merentangkan tangannya dengan tingkah sok keren.

“Ini modis, Kak. Lo mesti tahu kalau warna pink juga cocok buat cowok,” jawab Yoga. Cio cuma bisa menggelengkan kepalanya sambil menatap Yoga. Sekarang ini Yoga sudah bersiap tanding, dengan kostum tim yang agak aneh bagi Cio. Baju tim Yoga berwarna pink, dengan beberapa aksen garis berwarna hitam. Agak lucu juga, sih, lihat anak futsal pakai kostum warna pink, lari-larian nendang bola dengan celana berwarna senada.

“Kapan tandingnya?” tanya Lulu sambil memperhatikan area lain yang sedang melangsungkan pertandingan. Sambil merapikan serangan timnya, Yoga berkata, “Bentar lagi.”

Cio kemudian mengajak Lulu untuk duduk di kursi kosong yang posisinya cukup strategis untuk memperhatikan tim Yoga main futsal.

“Kak Cio, ketemu temen gue dulu, yuk. Nanti, kan, kalau jadi gue traktir barengan sama dia,” ucap Yoga menghampiri Cio yang baru saja mengeluarkan ponselnya. Yoga memang biasa manggil Cio dengan embel-embel “kak”, Cio sendiri bingung kenapa dia dipanggil “kak”, tapi kakaknya sendiri dipanggil langsung nama.

Cio mengangguk menanggapi ucapan Yoga. “Yuk, Lu,” ajak Cio sambil menyenggol lengan Lulu.

Sebelum bangun dari duduknya, Lulu menatap adiknya dan bertanya, “Temen lo yang mana, nih?”

“Leo. Udah kenal, kan? Udah kagak usah,” ucap Yoga sambil mengibaskan tangannya sekilas.

“Gue mager, nih. Udah, lo aja, Yo. Lagian gue udah kenal sama Leo,” ucap Lulu sambil menyandarkan punggungnya pada kursi. Cio mendengus, nggak enak banget kenalan sama orang baru. Takut kalau canggung dan garing. Tapi, karena nggak enak sama Yoga, jadi sekarang Cio nurutin saja ke mana cowok itu membawanya.

“Tunggu bentar, ya,” ucap Yoga, kemudian sedikit berlari ke arah segerombolan cowok yang lagi ngobrol dengan kostum pink, sama dengannya.

Cio diam sambil memperhatikan Yoga yang menepuk pundak seorang cowok yang membelakanginya. Itu pasti temennya. Mereka kelihatan ngobrol sedikit sampai kemudian Yoga nunjuk ke arah Cio. Cowok yang membelakanginya itu menoleh ke arahnya.

Saat cowok itu menatapnya, Cio merasa jantungnya berdebar. Waktu seakan terhenti. Cowok yang berdiri dalam jarak satu setengah meter itu adalah cowok yang ngebantuin Cio dua hari lalu. Cowok itu adalah cowok tanpa nama yang bikin Cio penasaran setengah mati.

Lihat selengkapnya