Erdi pergi ke ruangan atasannya. Setelah diberitahu rekan kerja yang duduk di sebelahnya. Bahwa manajernya itu memanggil Erdi karena ada permasalahan serius dengan kinerjanya selama ini.
“Bapak memanggil saya?” tanya Erdi hati-hati. Dia melihat raut wajah Jhody, atasannya begitu murka melihat kedatangannya ke ruang kerja sang manajer.
Jhody melempar dokumen laporan keuangan perusahaan ke arah Erdi, tepat mengenai wajahnya. Bahkan, lembaran kertas yang dilemparnya itu berhasil menggores dan melukai pipi Erdi saat itu. Pipinya mengeluarkan darah segar. Dia menyeka lukanya dengan jempol kanannya.
“Jelaskan semua ini, Erdi!” hardik Jhody sambil berkacak pinggang.
Lembaran kertas itu berserakan di lantai. Terpaksa, Erdi memungutnya satu per satu, membereskannya, dan memeriksa laporan keuangan itu. Dari hasil laporan keuangan tim audit, ada sejumlah dana perusahaannya yang tidak masuk akal. Ada pengeluaran fiktif yang dinilai merugikan perusahaan. Jumlahnya cukup besar. Mencapai ratusan juta rupiah.
Erdi tertegun menatapnya. Dia heran. Karena tidak merasa menggelapkan dana perusahaan untuk kegiatan kantor beberapa bulan lalu. Pasti ada kekeliruan, pikirnya tidak percaya.
“Maaf, Pak. Mengenai dana fiktif itu saya tidak tahu. Karena itu urusan bagian keuangan. Saya hanya menandatangani ketika ada pengajuan dana saja,” jelas Erdi sembari membela diri.
“Tapi kan, kamu sebagai penanggung jawab kegiatannya. Masa begitu saja kamu tidak tahu dan tidak mengerti? Seharusnya kamu diskusikan dahulu dengan manajer sebelum memutuskan!” Nada suara Jhody makin meninggi dan terus saja menyudutkan Erdi.
Pria jangkung dengan perut agak sedikit buncit itu masih menyalahkan Erdi atas masalah dana fiktif yang jadi sumber masalah laporan keuangan. Padahal, sudah jelas Erdi tidak tahu menahu tentang dana itu.
“Ada yang nggak beres kayaknya,” ujar Erdi dalam hati. Karena dia merasa laporan keuangan yang dahulu ditandatanganinya tidak muncul angka-angka yang besar seperti itu. Apa ada rekayasa pada data keuangan sebelumnya? Pikirnya curiga.
“Sekarang, apa yang akan kamu lakukan setelah melakukan kesalahan fatal ini, Erdi?” desak Jhody. Seolah-olah dia cuci tangan atas permasalahan ini dan melimpahkannya semua pada Erdi. Dia sengaja mengkambinghitamkan Erdi kalau begitu.
“Saya akan mengecek ulang data-datanya. Saya yakin masih menyimpan salinannya,” kata Erdi begitu yakin. Dia berusaha bertahan sebelum Jhody menyalahkannya lagi.
“Tidak perlu. Tim Audit akan segera melaporkan kejadian ini pada Direktur Keuangan. Dan kamu!” Jhody memperingatkan Erdi cukup keras. Sembari menunjuk jidatnya. “Kamu harus mempertanggung jawabkannya sendiri. Mengerti?”
“A-apa? Tanggung jawab sendiri?” ulang Erdi bergumam bingung. Dia tidak mengerti maksud ucapan Jhody.
“Tunggu, Pak! Apa maksud Pak Jhody saya harus bertanggung jawab sendiri?” Erdi meminta penjelasan pada Jhody. Karena dia merasa ada diskriminasi di kantor. Kenapa harus dia yang bertanggung jawab, sementara bagian keuangan tidak disalahkan juga? Rasanya tidak adil saja. Karena Erdi harus menanggung beban itu sendirian.