Bad Papa

Rinaha Ardelia (Seorin Lee)
Chapter #5

Diam-diam Bertemu

Sudah kesekian kalinya Erdi memergoki Anya. Gelagatnya aneh sekali karena tidak biasanya Anya senyum-senyum sendiri saat membaca pesan dari seseorang. Apa ada yang lucu saat mereka saling berbalas pesan? Erdi makin curiga.

Erdi masuk kamar tanpa menghiraukan Anya yang cekikikan sendiri di tempat tidurnya. Pada saat Erdi hendak tidur di sampingnya, Anya buru-buru menyimpan ponselnya di dekat ranjang. Dia pun bergegas tidur bersama Erdi.

“Kamu belum tidur, Dek?” tanya Erdi memastikan.

“Belum. Aku kan nungguin Mas. Kita tidur sama-sama, ya,” sahut Anya sambil beralasan. Dia tersenyum di depan sang suami sambil mengecup pipinya dengan mesra.

“Hmm,” gumam Erdi. Dia langsung tarik selimut dan menyampingkan tubuhnya membelakangi Anya.

‘Sepertinya ada yang sedang ditutup-tutupi Anya dariku. Tapi apa?’ Erdi penasaran sekali namun enggan menanyakannya.

Masalahnya dengan Endry⸺sang kakak yang menagih utangnya saja belum selesai. Dia kesulitan mencari solusinya. Hari gini, susah sekali meminjam uang tanpa ada jaminan yang pasti. Apalagi dia sudah tidak memiliki pekerjaan.

Sekarang, masalah lain muncul akibat kecurigaan berlebih yang ditimbulkan oleh istrinya sendiri. Ada banyak sekali beban pikiran yang tengah dipikirkan Erdi malam ini. Dia ingin tidur tenang malam ini. Sayangnya, dia tidak bisa melakukannya. Selalu saja kepikiran tentang utang yang harus dibayarkannya pada Endry.

Ya Tuhan! Bagaimana ini? Erdi gelisah sekali dalam tidurnya. Seperti dikejar-kejar setan kredit saja.

***

Pagi-pagi sekali, penampilan Erdi sudah rapi. Dia pamitan pada Anya yang sedang menyusui Andara.

“Dek, Mas pergi dulu ya,” pamit Erdi sambil mengecup kening istrinya.

“Iya, Mas. Hati-hati di jalan!” Anya menasihatinya. Sebelum Erdi pergi, dia memanggilnya lagi.

“Mas, hari ini aku mau keluar dulu, ya. Mau ke rumah orang tuaku,” kata Anya meminta izin.

“Ke rumah Ibu? Apa Mas harus mengantar kalian, Dek?” tawar Erdi. Anya menggeleng.

“Nggak usah, Mas. Aku dijemput adikku kok. Mas fokus aja sama urusannya, ya,” tolak Anya.

“Oh, begitu ya. Ya udah hati-hati. Kalau sudah sampai cepat kabari Mas,” Erdi menasihatinya. Anya hanya mengangguk pelan sambil menundukkan pandangannya.

Erdi segera berangkat. Jam 8 pagi dia sudah ada janji temu dengan salah seorang temannya di suatu tempat. Semoga saja, rencana bisnisnya berjalan lancar dan dia diberi kemudahan untuk menjalankan usahanya nanti.

Anya tidak bisa mengantar Erdi sampai depan pintu rumah. Seperti biasa yang dilakukannya saat Erdi pergi bekerja. Saat ini dia sibuk sekali menyusui Andara. Si kecil cantik itu memandangi wajah mamanya sambil tersenyum. Lucu dan menggemaskan sekali anak ini, pikir Anya.

Selang beberapa jam kemudian, Andara tertidur lelap di box bayi. Sementara, Anya sudah bersiap-siap pergi karena sebentar lagi adiknya akan menjemputnya di rumah. Anya sudah menyiapkan semua kebutuhan Andara. Mulai dari popok, pakaian ganti, selimut, gendongan, susu formula, dan tisu basah.

Tidak lama waktu berselang, mobil sang adik sudah terparkir tepat di depan rumahnya. Anya bergegas menggendong Andara dan membawa barang-barang bawaannya. Ribet memang. Namanya juga ibu-ibu muda yang baru lahiran.

“Kak, nggak ada lagi yang ketingggalan?” Amira memastikannya. Anya menggeleng.

Lihat selengkapnya