Badai Indah

Titin Widyawati
Chapter #28

Sepakat

Orang yang setuju Ayah dipasung bukan aku dan Suchi. Melainkan keluarga di rumah lain, mereka yang justru tidak tinggal seatap dengan Ayah, akan tetapi selalu dipenuhi ancaman kenyamanan goyah. Suaraku yang ngotot tidak mengijinkan; biarlah Ayah di rumah sekalipun barang-barang banyak pecah, biarlah pria tua itu menjadi tanggunganku—kalau memang tidak ada yang mau mengurus. Lagi pula sebentar lagi aku lulus sekolah, aku akan mengabadikan hidup demi Ayah, bekerja sampai sore, lalu pulang membawa oleh-oleh. Tidak perlu memasungnya di tempat gelap.

“Kita pasung di kandang saja!” usul Paman Faiz.

“Hmmm, kenapa di kandang? Kan dingin?”

“Orang seperti dia mungkin tidak merasakan dingin, ingat ini semua demi kebaikan bersama, tidak bermaksud untuk mencelakainya,” bela Paman Faiz.

Apa benar tidak mencelakai? Tentulah menyakiti secara langsung. Memberi batas pada gerak fisik. Bagaimana jika Ayah kelelahan dan ingin bangkit dari tempatnya? Bagaimana jika dia ingin jalan-jalan?

Kenapa nasib Ayahku begitu pilu?

Aku menahan isak dari balik pintu, kubungkam mulutku supaya tidak terdengar keluarga Ayah di ruang tamu. Mereka sedang berunding.

“Atau dimasukkan lagi ke eresje?” usul Mamak.

“Dirimu masih punya biaya, Mbak?”

“Awalnya memang sulit, tetapi lama kelamaan akan terbiasa, syukur-syukur ke depannya Mas Arul jadi sembuh.” Pakde Karim menguatkan. Dia kakaknya Ayah, orang yang lebih tua dalam hubungan darah, tetapi sering mengabaikan keberadaan Ayah. Jika ditimang-timang Pakde Karim jarang ikut andil dalam pengobatan Ayah.

Lihat selengkapnya