Ada orang yang sangat pandai merangkai kata-kata menjadi sebuah paragraf yang indah, menggetarkan hati, mudah dipahami dan menjadi ungkapan. Ada juga orang yang hebat mengeluarkan pendapatnya dan berhasil dalam berkomunikasi, terutama dua arah. Ada yang bisa paham dirinya sendiri dan mengembangkan dirinya lebih baik, bisa bangkit dari kesedihan atau kegagalan, bisa menurunkan berat badan dengan kesehatan mental yang bagus, bisa tidak memikirkan berlebihan pendapat orang lain yang tajam melebihi pisau tajam yang sudah di asah sebelum dipakai menyembelih.
Negasinya dari kalimat-kalimat itu adalah kebalikannya. Tapi, kata ‘ada’ tidak dinegasikan karena hukum keseimbangan, ‘kan. Seperti positif-negatif, senang-sedih, sehat-sakit, bangun-jatuh, bagus-jelek, suka-benci dan lainnya.
Ingkaran dari kalimat-kalimat sempurna itu muncul dalam satu orang yang menyimpan kesedihan dan penyesalannya ditambah ekspetasi tinggi yang gagal dari orang yang dia kenal.
Menurutnya.
Dan itu benar adanya.
Dia selalu meyakinkan diri bahwa dia baik-baik saja. Dia sehat jiwa dan raga sesuai surat keterangan sehat yang dia bikin di puskesmas pagi ini. Puskesmas yang ia was-was datangi karena ada dokter yang memarahi dia tahun lalu karena tekanan darahnya tinggi 150/100 untuk ukuran perempuan 23 tahun terus hardiknya ‘mau kena stroke?! Diet mbak! Masih mudah tekanannya udah tinggi kayak orang tua’ lalu perkataan kejam yang tak ia dengar karena sedang menahan tangis. Ia hanya mengusap air mata sambil menahan ingus yang sudah hampir jatuh ke philtrumnya.
Kalau diingat kembali terasa menyedihkan. Mengapa? Karena dia harusnya bisa membalas mengapa dia begini dan minta dirujuk ke poli jiwa atau psikolog. Hanya saja keterdiamannya mempengaruhinya dan berlanjut sampai sekarang.
Perempuan berjilbab hitam itu memegang surat kesehatan di polres sambil menunggu antrian pembuatan sim A. dia membaca berulang-ulang isi dari surat itu.
Berat badan 68 kg. Tinggi badan 154 cm.
Bebas buta warna.
Tekanan darah : 145/95 mmHg.
Keperluan : pembuatan SIM A.
Yang dia garis bawahi dengan padangan matanya adalah ‘menyatakan sehat secara fisik dan rohani.’
Rohani? Mental? Jiwa?
“Sehat? Hah…” dengusnya pelan.
Dia tidak sadar dua tahun lagi dia menyadari mentalnya tidak baik-baik saja dan dia tidak sekuat yang dia kira.
***
Untuk sebagian orang memiliki tujuan yang prioritas dalam hidupnya. Kadang, hal penting itu mengorbankan waktu dan tenaga namun jika berhasil meraihnya mereka akan bahagia. Apalagi penantian yang panjang bertahun-tahun menabung lalu mendaftar haji yang antriannya terus bertambah tiap tahun.