"Rin, buruan!"
Arin mengemasi semua buku dan alat tulis ke dalam tasnya. Sementara Felice masih menunggu gadis yang baru saja dipanggilnya itu keluar. Sebagai ketua kelas di mata kuliah ekonometrika, mengunci pintu dan memastikan semua anggota kelas sudah tidak berada di ruangan adalah salah satu tugasnya.
Tak selang beberapa lama, Arin kini sudah berada di depan kelas sehingga Felice sudah bisa mengunci pintu.
"Rin, lo duluan aja. Gue mau balikin kunci sama ambil KTM di TU. Terserah mau nunggu di kantin atau lobi!"
"Oke, gue tunggu di kantin aja ya, mau pesen apa?"
"Bakso sama es teh satu!"
"Oke!"
Ketika sampai di pertigaan koridor, keduanya mengambil arah yang berlawanan. Arin ke kanan untuk menuju kantin, sementara Felice ke kiri untuk mengembalikan kunci.
Arin dan Felice itu udah temenan lama, bahkan sebelum masuk kampus ini karena kebetulan mereka berdua dari SMA yang sama. Pergi kemana-mana juga berdua, ya setidaknya sebelum Felice ada yang punya. Semenjak Felice jadian dengan Johnny, gadis itu sudah jarang bersama dengan Arin. Walaupun Felice maupun Johnny tidak masalah jika Arin bergabung bersama mereka, namun tetap saja dia bakal menjadi obat nyamuk diantara keduanya. Apalagi kalau sedang mesra mode on, kadang membuat gadis itu geli sendiri melihatnya.
Sebenarnya, Johnny yang notebene adalah kakak tingkat mereka itu bisa kenal dan dekat dengan Felice juga karena ada campur tangan dari Arin. Memang sih tidak sengaja, tapi kalau tidak ada insiden memalukan itu, tentunya Johnny dan Felice mungkin saja tidak akan berpacaran. Jangankan berpacaran, dekat saja paling juga tidak, atau kemungkinan kecil yang masih bisa dilogika— saling kenal? Umm, mungkin, tapi persentasinya ngga lebih dari duapuluh persen. Kalau hanya sekedar tahu, ya siapa sih yang nggak tahu Kak Johnny?
Kejadian setahun lalu tiba-tiba berputar di kepala Felice. Dia yang kala itu sedang menuju kantin bersama Arin, ternyata Johnny berada di belakang mereka. Berhubung tiba-tiba Arin ingin buang air, akhirnya gadis itu melipir ke toilet. Sementara itu Felice yang daritadi sibuk bercerita sampai tidak sadar bahwa Arin sudah tidak berada di tempatnya semula.
Namanya juga Felice, segala pakai asal menarik tangan orang, lagi. Dan tangan Johnny-lah yang menjadi korbannya. Cowok yang ikut tergabung dalam jajaran cowok-cowok setinggi tiang itu hanya bisa pasrah karena tidak diberi kesempatan untuk bicara. Namun setelah sampai di depan kantin, Johnny tiba-tiba menghentikan langkahnya. Mau tidak mau Felice pun juga berhenti. Dan apa yang pertama kali dikatakan oleh gadis itu setelah mengetahui orang yang ada disampingnya bukanlah gadis imut yang selalu bersamanya. Melainkan cowok bertubuh tinggi, lengkap dengan hodie, jeans serta sneakers hitamnya.
"Guoblok!"
Johnny yang kala itu hanya diam langsung kaget mendengar seruan Felice. Tentu saja gadis itu langsung membungkam mulutnya. Oh shit! Kelepasan banget sih gue ngomong kaya gitu.
"Maaf kak, bukan maksud gue bilang Kak Johnny goblok. Sumpah, bukan itu maksud gue kak. Duh gimana sih ya mau jelasinnya! Arin kemana lagi?!" Felice jadi bingung sendiri, ia menoleh kesana kemari mencari keberadaan Arin.
Tawa Johnny meledak begitu mendengar gadis didepannya ini menjelaskan dengan panik.