Usiamu hari ini menginjak dua puluh tiga tahun, dan tanganmu, tepat pada pukul tiga dini hari, menggenggam racun. Kau sudah lama menyakiti diri sendiri dengan berbagai pikiran tentang hal-hal yang mengerikan: tenggelam di sumur tua, membunuh seseorang, meludahi orang-orang yang kau hormati, tak bisa bernapas gara-gara terendam lumpur, jatuh di jurang, hilang di gunung, tertembak polisi hutan, ketakutan-ketakutan terhadap tidur karena hampir selalu mimpi buruk dan sebagainya dan sebagainya. Kau sudah lama menanggung penderitaan hidup di masa lalu, baik di masa kanak maupun remajamu. Kau sudah lama menanggung sakit itu dan saat inilah waktu yang tepat untuk mengakhiri semuanya.
Di luar, dari balik jendela kosanmu, kau lihat lalu lalang kendaraan semakin jarang. Sesekali suara pesawat melintas. Apakah tempat di lantai dua selalu membiarkan suara pesawat terdengar lebih kencang ketimbang tempat lain? Itu tidak penting. Yang jelas, suara itu mengganggu, terutama mengganggu konsentrasimu untuk melakukan bunuh diri.
Kau membuka pelan-pelan tutup botol berisi racun itu. Pelan. Pelan sekali, seperti setiap putaran dari tutup itu menyimpan misteri; apakah di situ benar-benar tersimpan malaikat (atau kau sudah tidak percaya adanya malaikat, bolehlah diganti dengan nama apa pun) yang mencabut nyawa. Oh, tidak, pikirmu. Kenapa pekerjaan membuka botol ini terlihat lebih berat ketimbang pekerjaan lain?
Sebelum pekerjaan membuka tutup botol itu rampung, kau melihat cermin. Kau tercengang melihat bayanganmu sendiri. Kau mendekat ke cermin itu dan fokus pada bayangan sepasang matamu sendiri. Betapa di situ berwarna hitam seperti terkena hantaman tangan seseorang. Itu jelas-jelas bukan mata panda, karena panda lucu, dan, ya, matamu tidak terlihat lucu sama sekali. Malah terkesan menyeramkan.