Menjalani roda kehidupan yang tak bertepi membuat kebutaan mata Bagas menjadi tak berarti. Pada masa-masa perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, Bagas bergabung sebagai pejuang. Ia memegang senjata meskipun matanya tak bisa melihat. Ia mengandalkan indranya yang lain untuk membidik sasaran, dan selalu jitu. Banyak orang melihat heran bercampur takjub pada kemampuan Bagas memegang senjata. Mereka menganggap Bagas mempunyai bakat terpendam, sebuah talenta yang diberikan Tuhan untuk menumpas penjajahan. Bahkan ada dari mereka yang menganggap Bagas sebagai manusia super yang tak perlu melihat dengan mata ketika membidikkan senjata. Satu per satu pejuang berguguran dalam perang, tapi Bagas selalu selamat dalam setiap peperangan. Peluru tak bisa membuatnya mati, bukan karena Bagas kebal terhadap panasnya tembusan timah peluru, melainkan karena regenerasi sel dalam tubuh Bagas selalu bisa menyembuhkan diri.
17 Agustus 1945, Bagas berada di antara kumpulan massa yang sangat banyak, ketika Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sampai detik itu, tak ada orang tahu perihal keabadian Bagas. Beberapa kawan pejuangnya telah berguguran, dan hanya menyisakan Bagas seorang.
Saat itu adalah saat bahagia bagi seluruh rakyat Indonesia, karena mereka yang telah lelah dengan peperangan, akhirnya bisa menghirup udara kemerdekaan. Tanpa di sengaja beberapa potret keberadaan Bagas di tengah kerumunan orang banyak terabadikan oleh kamera, meskipun Bagas berusaha menghindari orang lain memfotonya, karena rasa khawatir jika di zaman nanti keabadiannya akan terlihat orang lain. Foto-foto itu akan menjadi saksi biksu keberadaan manusia abadi seperti Bagas. Itulah sebabnya Bagas selalu menghindar apalabila ada orang yang memfotonya, atau sengaja menyembunyikan wajahnya dengan tangannya sendiri, supaya bukti keberadaannya mati di zaman itu juga.
Perlahan namun pasti, zaman akan berubah, dan akan terus mengalami perubahan. Bagas selalu berusaha mengikuti setiap pergantian arus perubahan. Ia tak lagi menjadi musafir pengembara, karena lambat laun pesatnya jalur informasi yang semakin modern akan mengetahui perihal sosoknya yang abadi. Tak ada pilihan lain bagi Bagas untuk menyembunyikan jati dirinya, selain dengan selalu berpindah-pindah dan tak pernah lama menetap di satu lokasi, Bagas juga sering mengganti identitasnya menjadi orang lain, dengan nama yang lain, lalu mengakrabkan diri dengan data-datanya yang palsu untuk membaur dengan sekitarnya.