Bagas Ayu... Puisi Jiwa untuk Cinta

Gie_aja
Chapter #10

RASA ITU MASIH ADA

Tahun 1990. Seseorang mengetuk pintu rumahnya Bagas, dan mengenalkan diri sebagai wartawati yang ingin mewawancarai Bagas seorang penulis buta yang setiap karyanya menjadi pujian pembaca. Wartawati itu bernama Marlinna, seorang gadis cantik, pintar dan energik. Sedangkan Bagas di era ini sudah merubah kembali status dirinya, berikut namanya menjadi Armand. “Selamat siang. Apa saya bicara dengan Mas Armand…?” kata Marlinna setelah pintu terbuka, dan berhadapan dengan Bagas. “Iya betul. Kamu siapa…?” balas tanya Bagas pada gadis itu. “Saya Marlinna. Saya wartawati yang kemarin nelfon Mas Armand untuk janji ketemuan.”

Bagas membuka lebar-lebar pintu rumahnya, lalu mempersilahkan Marlinna masuk bersamanya. Mereka duduk berdua, saling berhadapan. Marlinna sempat tertegun melihat Bagas sangat paham letak setiap benda yang ada dirumahnya. Ia mengambil dua gelas sirup, lalu menyuguhkannya di meja tempat mereka akan mulai sesi wawancara. “Silahkan di minum…” kata Bagas dengan ramahnya. “Terima kasih…” balas Marlinna, lalu meminumnya seteguk. Marlinna mengambil pulpen dan kertasnya, siap melakukan sesi wawancara, “Bisa di mulai sekarang, Mas Armand?” Marlinna mempersiapkan dirinya memulai beberapa pertanyan pada Bagas, “Apa yang membuat Mas Armand tertarik menulis? Mengingat kedua matanya Mas… Ehmmm...”

“Kedua mata saya buta, begitu…?” sela Bagas ketika Marlinna terbata-bata, “Saya menulis dengan hati dan jari saya, bukan dengan mata saya.” lanjutnya lagi, kembali diiringi satu senyuman kecil. “Sungguh bakat yang hebat.” puji Marlinna. “Justru saya tidak merasa se-berbakat itu.” balas Bagas dengan nada pelan. “Mas Armand ini sangat rendah hati orangnya.” kata Marlinna dengan senyumnya, “Mengenai kehidupan abadi yang selalu menjadi topik tulisan Mas Armand, apa semua itu kenyataan, atau hanya imajinasi…?” Bagas tertegun sejenak, "Kenyataan. Apa kamu percaya, ada seseorang di dunia ini yang hidup abadi?” Marlinna terpaku, lalu perlahan mulutnya mulai terbuka menjawab pertanyaan Bagas, “Jujur kalo saya boleh jawab, saya tidak percaya, karena yang hidup pasti akan mati. Semua itu sudah menjadi aturan alam.” Bagas hanya terpaku diam, lalu Marlinna kembali bicara, “Ibu saya pernah cerita, dulu beliau sempat mengenal seorang penulis yang setiap karyanya selalu menuliskan tentang kehidupan abadi. Ibu pernah bertanya pada penulis itu, apa punya bukti tentang kehidupan abadi. Lalu penulis itu menjawab, bahwa ia sendiri-lah buktinya.” Bagas tersentak kaget mendengar pengakuan Marlinna, mendadak ia teringat kenangannya dengan Astuti, “Siapa ibumu…?” Marlinna tersenyum kecil, “Ibu saya hanya orang biasa.” jawab Marlinna. 

Lihat selengkapnya