Dear, Astuti. Hidupmu memang sudah berakhir. Nyawamu sudah tak ada lagi di ragamu, tapi kenangan akan dirimu akan selalu hidup di sanubariku. Kamu sudah menjadi bagian dari setiap relung hidupku. Mengenalmu begitu indah, dan cintamu padaku sangat membuatku takjub. Kamu wanita tegar luar biasa, aku kagumi itu. Aku sudah meloloskan satu permintaan terakhirmu, yaitu mati di pelukanku, dan menghembuskan nafas akhirmu di dadaku. Setiap kali aku mengenangmu, aku merasakan desahan nafas itu. Kamu akan selalu hidup bagiku. Wajahmu, senyummu dan tawa riangmu akan selalu terbayang di setiap langkahku.
Di peristirahatan terakhirmu, aku pun ada. Ketika mereka para pengantar jenazahmu pergi, aku tetap ada di sana, melihati gundukan tanah yang mengubur ragamu, melihati betapa tenang kamu sekarang. Aku bahagia karena kamu sudah mendapatkan sesuatu yang tidak aku dapatkan. Iya… Sesuatu itu ialah kematian. Kamu telah hidup di alammu sendiri, dan yang tersisa hanyalah sejarahmu yang akan selalu ku kenang. Tahukah kamu, segala sesuatu yang ada padamu sebenarnya tak ikut mati, ia ada bersamaku, yaitu cintamu, perhatianmu, dan senyummu. Aku tak akan pernah melupakan saat-saat itu, ketika kamu memelukku dan menggandeng tanganku sebelum ajal menjemputmu pulang. Tahukah kamu, hidupku seakan berakhir saat itu juga. Aku akan pergi menjauh dari sini, aku akan meninggalkanmu lagi di tempat ini. Aku akan coba jalani hari-hariku bersama kenangan kita. Aku telah memilih untuk sendiri, akan aku jauhi kata cinta, karena akan membuatku tersakiti lagi. Inilah hidup yang harus kulalui sendiri bersama waktu yang tak bertepi, bersama ombak yang datang bergulung-gulung silih berganti, bersama setiap harapan-harapanku, bersama kenangan kita. Taukah kamu, di pertemuan pertama kita, aku sudah merasakan rasa itu. Suatu rasa yang lain, yang menggembirakan, yang menyenangkan hati, yang membuatku akan selalu ingat padamu. Waktu itu, kehadiranmu membuatku bahagia, dan senyummu mencerahkan hari-hari kelabu-ku. Aku sudah mencintaimu sejak pertama kali mengenalmu. Tahukah kamu, bayang-bayang wajahmu sampai detik ini masih tetap kurasakan di kulit tanganku, ketika aku meraba pelan dari dahi sampai dagu-mu, melewati pipimu yang halus
***