Tahun 1995... Ayu menjalani hari-harinya seperti biasa, tapi pagi itu di tengah keramaian kota, ntah mengapa pandangan matanya mendadak teralihkan melihat ke satu sudut area taman, di mana Bagas sedang duduk sendirian sambil menulis sesuatu di bukunya. Ayu melihat kedua mata lelaki itu buta, tapi jari-jemarinya begitu lancar menulis di atas kertas. Sejenak Ayu terpaku diam, kagum melihati lelaki itu, lalu samar-samar ia teringat masa lalunya, sepertinya ia pernah melihat lelaki itu, hanya saja ia lupa kapan dan di mana tepatnya mereka pernah bertemu. Kedatangan sebuah bis mengalihkan perhatiannya, lalu Ayu pergi naik bis itu melaju ke tempat kerjanya.
Biasanya setiap pagi, Bagas selalu menyempatkan dirinya duduk-duduk di kursi taman sambil menikmati udara pagi yang masih segar, dan menyeruput kopi hangat yang dibawanya dari rumah. Di tempat itu, Bagas menuangkan ide-ide tulisannya, dan di luar dugaan bukan hanya Ayu yang tertarik pada seorang lelaki buta yang sedang menulis di area taman, tapi beberapa orang yang bersliweran di area taman pun hampir semuanya mengalihkan perhatian pada Bagas. Jarang-jarang mereka melihat ada seorang buta yang menulis lancar dengan tangannya.
Semesta seakan menanggapi koneksi yang terjadi pada diri Bagas dan Ayu, di beberapa kesempatan yang tak terduga, mereka sering bertemu tak sengaja, sehingga membuat keduanya berfikir bahwa pertemuan mereka yang tak di sengaja itu menandakan mereka telah berjodoh.
Hidup terlalu rumit untuk di mengerti, bahkan bagi mereka yang sudah melewati beberapa pergantian zaman. Setiap kali menjalani kebersamaannya dengan Ayu, membuat Bagas merasakan ada sesuatu yang lain dari hatinya, apakah cinta…? Iya tentu saja. Perasaan itu timbul persis sama seperti yang dirasakannya ketika mencintai beberapa perempuan lain di zaman hidupnya. Dan apa yang dirasakan oleh Bagas, dirasakan pula oleh Ayu. Bahkan sekarang saling merindu sudah menjangkiti hati mereka. Bagas berusaha menghindari rasa itu, ia tak ingin terjerumus kembali dalam jebakan cinta yang akan membuat hidupnya menderita. Ketika rasa itu hadir, Bagas selalu menyangkalnya. Begitupun dengan Ayu yang berusaha menghilangkan rasa itu dengan kesibukannya bekerja setiap hari, tapi semakin ia berusaha melupakan Bagas, semakin membuat sosok lelaki buta itu selalu tampil dibenaknya.