BAB 2
Waktu itu aku berjalan menuju dapur, membuka lemari es untuk memastikan masih ada bahan makanan atau tidak. Kuambil sebutir telur dan merebusnya. Aku menatap setiap detail rumah, begitu sunyi. Selesai merebus telur, aku makan dan duduk di meja makan. Aku menghabiskan makananku dan beranjak pergi keluar, namun langkahku terhenti ketika ayah dan ibu sedang bekerja diladang dengan menceritakan tentang cepak terjang keluargaku, kulihat mereka dari beranda rumah, mereka sangat bahagia dan saling bekerja sama menyelesaikan pekerjaan mereka. Lalu mereka menyadari akan hadirnya aku, ekspresi mereka sangat bahagia dengan kehadiranku sebagai anak kesayangan mereka. Namun, aku mencoba untuk tidak menunjukkan bahwa aku sedang menyaksikan mereka, aku memilih mendekati mereka dan tersenyum bahagia. Aku duduk di samping mereka.
“Ada apa nak?” Tanya ayah.
“Enggak ada apa-apa ayah,” Jawabku singkat.
“Kamu sudah sarapan belum?” Ayah mengalihkan pembicaraan karena dia tahu apa yang aku rasakan dari expresiku pagi itu.
Ayah membenarkan tutup kepalanya yang membuatnya tidak nyaman, ia mengenakan penutup kepala yang dibuat dari daun lontar, memakai baju sederhana yang menutup badan dan kulit keriputnya. Aku memperhatikan ayah dengan amat heran dan teliti, hingga tak menjawab pertanyaanya.
“Nak?” panggilnya seraya memegang pergelangan tanganku. Aku mengerjap dan tersadar, lalu tersenyum simpul kepada ayah.