Bab 3
Aku masuk kembali ke rumah, aku melihat sekelilingku. Tak ada yang terlihat aneh didalam rumah, tapi aku tetap mengharapkan sesuatu yang menjadi inspirasi buat tulisanku dihari itu dan sekilas aku melihat sebuah bingkisan sama seperti sebuah kotak emas. Aku mendekatinya dan memperhatikannya dengan seksama, aku sangat heran dan berdiri kebinguangan di tempat itu dan terdengar suara langkah kaki muncul di belakangku, sepertinya itu langkah ayah dan ibu dan secepatnya mereka sudah berada di dekatatku.
“Sepertinya kamu penasaran dengan kotak itukan?” Kata ayah.
“Ya…sebenarnya apa isinya,” tanyaku penasaran.
Aku penasaran, apakah seperti ini ayah atau ibu bisa memberitahuku. Aku merasa malu, lalu aku ingin keluar saja dari tempat aku berdiri dengan kebingungan itu. Ada rasa bingung dan malu aku keluar dengan ceroboh, hingga menabrak tiang yang berada dekat di belakangku.
“Aduh,” ucapku lalu aku mau lari dan menghilang dari hadapan orang tuaku. Entahlah perasaanku saat itu sungguh kacau, aku malu pada diriku yang tak pernah tahu isi kotak itu seperti apa, ayah dan ibu bahkan tak pernah memberitahuku.
Aku seorang mantan frater yang banyak pengetahuan tetapi hanya isi kotak itu saja saya tidak tahu sama sekali, tidak pernah sedikit pun aku dimemberitahukan oleh ayah dan ibu tentang sebuah persiapan untuk menikah. Mungkin hal ini dianggap sederhana yang membuat mereka tidak memberitahuku tentang hal itu. Aku berjalan menuju taman. Kulihat ada kicauan burung-burung dan bunyi klakson dijalanan, ayah dan ibupun berjalan mengikutiku ke taman. Mereka mendekatiku, lalu menatapku dengan tatapan menyesal. Ayah memelukku “Marvel, ayah meminta maaf. Maafkan ayah ya nak. Maafkan ayah.” ucapnya dengan tangis yang mengalir di pipinya.
“Aku sudah memaafkan ayah sebelum ayah meminta maaf”, akupun ikut menangis dalam peluknya.
Kurasakan sebuah pelukan buku dari belakang.
“Sebenarnya kotak yang tadi itu kotak cincin pertunanganmu, ayahmu yang membantu ibu mempersiapkan itu semua agar meringankanmu!” Ibu menjelaskan.
“Ah…” ucapku dengan mata terbelalak.
Aku tersenyum “Maaf, saya tidak tahu apa-apa tentang kotak itu, makanya merasa malu dan pergi begitu saja dari hadapan kalian.”
“Itu saja kok, pake lari segala,” kata ibuku.
“Aku merasa malu bu,” Jawabku dengan sedikit tertunduk dan enggan menatap ayah dan ibu.