Bab 9
“Hai apa kabar? Bagaimana harimu?” tiba-tiba suara itu yang menyapaku ketika berada di up stair menuju studio rekaman. Suara itu tidak asing bagiku, ya…Chandra belahan jiwaku yang menyapaku saat itu.
“Aku baik-baik saja, bila aku kembali ke tempat ini lagi,” jawabku yakin.
“Aku rasa kamu baik-baik saja. Ingin sekali kutanyakan, namun aku berusaha sedingin yang aku bisa disetiap sapaan. Bukan tentang sombong, namun ingin menghentikan apa yang hendak tumbuh kembali disetiap diriku menyapa walau sesaat. Aku sering bertanya perihal kamu tapi enggak bisa, hingga mataku hanya selalu tertuju pada pada pemandangan kosong.” Jawab Chandra berterus terang.
Aku tersentak kaget dengan kata-katanya lalu dengan terbata-bata berbalik “Kena…pa”
“Aku membaca semua yang kamu tulis dalam kotak masuk WA hingga FB, kamu membuatku merasa nyaman denganmu namun saat kembalinya kamu di tempat ini, semua kok jadi beda ya…dirimu tak menyapaku setiap saat seperti dalam daring, apakah hati kita tak sudah luring ya,” Chandra berkata tanpa melecet sedikitpun.
Aku semakin dibuat mati kutu, kata-katanya membunuh rasa yang sedang berbunga-bunga. Akupun tersadar bahwa memang sejak dua hari aku kembali ke tempat itu rasanya aku tak lagi ada buatnya.
“Maafkan saya…” Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku yang sudah terkena rematik.