Bahagialah Cigugurku

A. Sholeh
Chapter #2

Tentangku


Aku seorang laki-laki remaja biasa menurutku, dan luar biasa menurut orang lain. Kata mereka, aku orangnya aneh, unik, dan tidak bisa ditebak dari sifat dan sikapnya. Memang seperti itulah diriku. 

Entah mengapa dari semenjak SD pun orang lain sukanya olahraga, berbeda denganku yang lebih suka membaca dan menulis saja. Kata teman SD, aku calon Prof yang akan datang, katanya sih gitu. Tapi aku tidak se-ambesius yang mereka pikirkan.

Berbeda ketika SMP, aku terjun ke kelompok Geng Motor yang terkenal di Bandung. Waktu itu aku masuk tanpa KTA (Kartu Tanda Anggota), kata ketuanya aku masih dibawah umur. 

Makanya aku hanya di ospek duel dengan orang yang jauh umurnya denganku. Tentunya aku kalah dari duel itu, tapi tak mengapa yang penting aku udah masuk sebagai anggota di Geng Motor tersebut. 

Masuk juga dalam Organisasi di sekolah, tentunya bukan OSIS. Walaupun aku pernah menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahku. 

Tetapi, aku masuk Organisasi Warteh (Waroeng Teteh). Aku gak akan menceritakan ini lebih detail, sekedar info aja sih. Karna yang akan kubahas pengalaman setelah lulus dari SMA.

Jujur masa kecilku dihantui dengan pemikiran ingin segera dewasa. Ya, karna menurutku waktu itu, masa dewasa adalah waktu yang akan membuatku banyak belajar, bekerja, dan juga kesibukan lainnya. Tetapi beda dengan sekarang, setelah Kumerasakan masa dewasa itu seperti apa.

 🍃🍃

Namaku, Areza Zaky Aurasic. Panggilanku Reza, kadang juga dipanggil Za. Aku yang lulus dari bangku SMA, pada tahun 2018. Sejak lulus dari sekolah, aku menjadi si paling hobi membaca. Dengan mempunyai tujuan menjadi penulis, yang karyanya ingin di kenal banyak kalangan, dan finishnya, ingin di film kan di layar lebar.

Membaca buku adalah hobiku, mulai dari novel, cerpen, komik, improvement, filsafat islam, filsafat barat, manipulation dll. Masih banyak buku-buku yang sudah terbaca olehku. Salah satu buku yang dibaca olehku Falsafa-l-ula, karya dari Abu Yusuf Al-Kindi, disini ku belajar tentang bagaimana menurut bapak filsafat islam, tentang satu kelompok filsuf yang mengingkari adanya Tuhan.

Bertambahlah wawasanku ketika banyak membaca. Bagiku membaca tidak ada rasa bosan, karna aku menganggapnya sebagai kebutuhan. 

Sama halnya seperti makan, tak makan satu hari maka akan terancam kesehatanku. Begitupun dengan membaca buku, tak baca satu hari maka terancamlah kehidupanku. 

Menurutku dengan banyak membaca karya orang lain, akan membantu memanaje diriku. Misal, kalau membaca buku improvement aku banyak termotivasi. Lanjut, dengan membaca novel bisa belajar tentang antara kehidupan nyata atau fiktif. 

Komik bisa membuatku bermain dengan imajinasi untuk menggambar. Filsafat bisa mengasah pikiranku, dan manipulasi bisa menjaga diriku, agar tidak mudah di bodohi oleh manusia kejam diluar sana.

Kenapa membaca buku bagiku adalah hobi? Kalau kamu tau kamarku yang berukuran 4×4 itu, pasti bakal kaget! Kenapa? Karna dikamarku dipenuhi dengan buku-buku yang sudah selesai dibaca olehku. Sekeliling kamarku sudah menjadi perpustakaan Pribadi. Tapi, begitupun ada orang yang ingin membaca buku-buku itu, silahkan, tidak masalah bagiku. Asal jangan dibawa pulang aja.

Aldi temanku juga, dia suka kok baca-baca buku dikamarku. Pernah waktu itu, aku duduk bareng dikamar dengan dia. Katanya, orang yang senang membaca, akan tau bagaimana cara menjalani kehidupan semestinya, Katanya. Waktu itu Ia duduk disebelahku, dan tatapannya melihat padaku.

“Iya, itu mah orang lain,” Jawabku padanya, sambil membaca buku. “Aku mah hanya iseng aja euyy baca-baca teh.”

“Iseng oge bakal jadi manfaat ku sering baca mah.” (Iseng juga akan jadi manfaat kalau sering baca).

“Insya Allah.” Aku sedikit senyum, dengan melihat ke arahnya.   

 🍃🍃

③            

Ibuku bernama Siti Hafidzah Aurasic, yang setelah menikah dengan ayah, ditambahlah nama belakangnya oleh sang ayah. Entah kenapa, tapi kata ibu waktu itu, Aurasic ialah nama kebanggaan dari ayah. 

Kamu tau? Ibu adalah guru pertama bagiku, dialah yang mengajariku berjalan, berbicara, hingga bisa mendidikku lancar membaca Al-Fatihah dan Tri Kul (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas). Aku menggelarinya, ia Ibu S. db (sholehah dan baik). kalo gelar untuk ayahku, sungguh aku tak berani, karna dia galak. Tapi setelah diri ini dewasa, tenyata ayah bukan galak, tapi tegas!.

Ibuku lahir dan dibesarkan di daerah Bandung barat, tepatnya di Cihanjuang. Ia anak ke lima dari sebelas bersaudara. Kakek dan nenekku sukses dalam mendidiknya, sehingga aku bisa merasakan kelembutan dan kasih sayang yang luar biasa darinya. 

Ibuku suka banget bercerita tentang pengalamannya padaku. Mungkin yang kusuka dari beberapa cerita darinya, ketika ibu bercerita tentang ayah waktu mendekatinya. Katanya, ayah waktu itu nyamperin ibu, dengan pakaian khas remaja tahun 80-an, dengan memakai sepatu bunny boots, yang sedang trand pada zamannya.

Waktu ayahku mendekatinya, ibu masih berjualan sate dibelokan daerah Cihanjuang. Ayahku membawa setangkai pohon mawar, lalu dikasihkan padanya. Pokoknya panjang kalo diceritain, intinya saja ibu adalah orang yang sangat lembut dan baik banget, kata ayahku.

Katanya, ibuku dari kecil selalu nurut ama ayah dan ibunya, gak pernah membangkang apalagi melawan. Ibu gak pernah dibolehin main jauh-jauh oleh orang tuanya. Makanya kata ibu, dia gak tau seluruh tentang keindahan tempat lahirnya, hanya sebagian saja yang ia tau.

“Za, kamu mah tau mereun arah ke alun-alun Bandung kemana?” ibuku yang bertanya padaku. waktu itu ibu sedang bercerita tentang pengalamannya padaku di ruang tamu. 

Memang, ibuku dari kecil belum pernah keluar jauh-jauh. Hanya bersama ayahku ibu kedua kalinya menginjak ke alun-alun Bandung. Pernah sekali katanya, itupun dengan kakek, tidak lain ayah dari ibuku, Kakek Endi. Sudah lama sejak aku masih SMA, nenek dan kakekku sudah meninggal.

“Iya tau bu.” Jawabku.

“Entar ajak ibu main kesana ya,” Ibu.

“Boleh bu,” kataku. “Hmm, kenapa ibu pengen kesana?” 

“Ibu ingin mengingat kembali kenangan bersama ayahmu.” Jawab ibu.

Ayah telah lama meninggal sejak aku lulus dari sekolah SMP, dan aku bersama adikku anak dari seorang janda yang telah lama ayahku meninggal dunia. Ibu lah yang mengurus kehidupan kami berdua, mulai dari sekolah, hingga akhirnya dewasa, dan lulus dari sekolah.

Pernah aku, adik, dan ibu duduk bareng di teras rumah. Waktu itu ibu pandangannya tertuju pada kami, dengan keluar perkataannya.

“Anak ibu sekarang dah pada besar yaa,” ucap ibu.

Lihat selengkapnya