Bahagialah Cigugurku

A. Sholeh
Chapter #5

Mengajar Di Kampung


Hari Senin pun tiba dengan suasana dan pengalaman baru. Yang dimana pada sore itu dipenuhi suara-suara serangga yang biasa bersuara di sore hari, Aku yang mengendarai motor astrea, dengan semangatnya mencari pengalaman baru untuk berinteraksi dengan anak-anak di Cigugur. 

Sampailah di Cigugur pada pukul 18.00, bersiap untuk mengajar di madrasah. Masuklah ke madrasah dan anak-anak sudah pada menunggu kedatanganku, orang baru yang bikin mereka penasaran.

Dari luar terdengarlah suara anak-anak didalam yang berteriak, layaknya seperti mau masuk Waterboom. Sambil mengetuk pintu dan tersenyum Aku melihat anak-anak.

“Asalamualaikum…” Ucapku diluar pintu madrasah. 

“Wa’alaikumusalam… Aa” Jawab kompak, salam dari anak-anak.

Mereka yang tadinya asik bermain-main didalam, sampai terdengar keluar. Ketika aku masuk tak terdengar kembali teriakan-teriakan yang menurutku, variasi madrasah yang selalu ada pada diri anak-anak. 

Seketika mereka diam dan tidak ada sedikit pun ucapan yang keluar. Duduklah aku dengan posisi depanku sudah tersedia meja untuk mengajar. Haha sialnya aku! Bingung mau mulai dari mana untuk berinteraksi dengan mereka. 

Aku pun memperkenalkan diri pada mereka, dengan ceria dan garing. Sebenarnya untuk meredakan rasa sedikit gugup, walau pada anak-anak. 

“Sebelumnya udah pada kenal gak nih sama Aa.” Ucapku. Garingkan! padahal mereka belum pernah melihatku.

Mereka saling melirik pada teman kiri kanannya, mungkin dalam pikiran mereka, Kapan juga mereka ketemu denganku. Anjoy, malu banget sumpah, aku mengawali perkataanku seperti itu. Efek gugup jadi ngawur perkataanku, orang mah ngalur dengan perkataannya. Berbeda denganku yang penuh kengawuran.

“Belum...” Kata mereka.

“Haha, kemaren ketemu loh!” Aku.

“Hah? Yang dimana emang?” Tanya salah satu murid.

“Itu yang kemaren beli baso dibawah” Sungguh dari ngawur, jadi ngalur kengawuranku.

“Ohk yang kemaren pake jaket hitam ya.” Kata murid yang lain, katanya ada yang membeli baso dibawah.

Aneh, kenapa mereka bisa menuduh itu aku. Padahal aku cuman ngarang ucapan saja. Ku mengikuti alur perkataan mereka, karna bingung mau bahas apa juga untuk mencairkan suasana saja, supaya mereka betah belajar denganku.

“Iya soalnya kemaren, aku lihat dibawah ada yang beli baso A, dia pakai jaket hitam, kayanya bukan orang sini.” Katanya.

“Ohhk ya” Kataku.

“Iyaa, ternyata itu Aa ya.” 

“Sayangnya tebakanmu salah de, haha.” Aku sedikit tertawa.

“Ishhh, terus Aa yang mana dong?”

“Aa mah yang akan memarahimu ketika bandel!” Kataku sambil tertawa.

“Ahh takut.” Katanya.

Dengan perkataan bercandaku. Murid-murid disana terlihat wajahnya sedikit takut, dan menganggap perkataanku serius. 

“Enggak, enggak. Aa mah baik kok.” Kataku, karna kasihan melihat mereka yang menganggap aku yang seakan-akan seperti singa.

“Nama Aa, Arez dari Cisarua. Yang akan membantu bu haji untuk ngajar anak-anak yang sholeh dan sholehah disini hehe.” Perkenalanku pada mereka.

“Ohhh...” Jawab mereka.   

Terdiam sejenak, lalu murid-murid disana, Kusuruh untuk memperkenalkan diri satu persatu. Dan Kulihat ada salah satu murid dia hanya terdiam dan menunduk. Entah kenapa, apakah karna mungkin menurutnya garing kali ya, aku pun tak tau. Tapi murid yang diam itu, terlihat kayanya ia orang cerdas. 

Hanya bisa menebak aja sih, tapi menurut buku yang sudah Kubaca. Orang diam itu bagaikan pak satpam yang siap bertanya. Aku tak menghiraukan murid yang diam itu, hanya ingin tau siapa namanya.  

Giliran sang pendiam itu memperkenalkan diri, dengan begitu rapihnya dari tutur katanya. Murid yang lain hanya memperkenalkan nama saja, tapi lain dengan murid pendiam itu.

“Perkenalkan nama saya Gara A, aku tinggal disini. Dan rumahku tidak jauh dari sini, hanya kebawah sedikit ada gang H. Tatang belok deh, disitulah rumah gara yang cat warna hijau.” Jelasnya yang begitu kumplit dengan perkenalannya.

Ternyata namanya Gara. Terbaca dengan perkataannya, ia seperti murid yang beda dari yang lainnya. Dugaanku yang tadi mungkin bisa benar.

“Ohh, namamu Gara ya.” Kataku.

“Yes, betul Aa.” 

“Sipp, semangat yaa nuntut ilmunya.” Aku sambil tersenyum memberi semangat padanya.

Selesainya perkenalan satu-persatu, aku pun mulai mengajarkan mereka. Terlihat mereka senang belajar denganku. Aku merasa senang, melihat mereka yang nyaman belajar denganku. 

Sistem ngajarku setelah beres mereka kedepan satu persatu baca Al-Quran, maka, kuteruskan dengan bercerita kisah-kisah para nabi, orang-orang sholeh, dan juga sedikit nasehat untuk mereka, yang harus diambil dari cerita itu untuk di amalkan dalam kehidupannya. Kira-kira pukul 20.10 bereslah aku mengajarkan mereka, dan Gara bertanya padaku.

“A, kapan ngajar lagi kesini?” Tanyanya.

Lihat selengkapnya