①
Seminggu lebih 2 hari, aku mendapatkan kabar di WhatAppku pukul 09.00 pagi. Tentang Informasi dari lembaga, untuk mengajar kesatu tempat. Katanya, pihak yayasan melihat zonasi yang terdekat denganku.
Tempat itu masih satu kabupaten denganku, hanya berbeda kecamatan saja, yaitu Cigugur. Nama yang meminta untuk mengajarnya, ialah Bu Hj. Anita.
Sekadar pemberitahuan untuk kamu!
Disinilah aku mendapatkan sejarah yang menyimpan keindahan yang di karungi suka duka, susah senang bersama. Dengan satu wanita idamanku.
Kubocorkan sedikit, mungkin, gak papa ya. Nanti akan muncul sosok wanitaku. Ikuti saja kisahku sampai selesai.
🍃🍃
②
Hari Rabu tanggal 19 Agustus 2020, pukul 19.00. Aku berangkat untuk bersilaturahmi ke Cigugur, sebelum dimulainya mengajar nanti.
Suasana jalan di Cigugur, memang sudah ramai kendaraan, walau di perkampungan. Tapi dari jam 21.00 ke atas sudah mulai sepi. Berbeda dengan daerahku, yang tidak begitu ramai dengan kendaraan.
Aku sudah tau daerah itu, namun belum tau lokasi rumahnya saja. Setelah masuk ke Cigugur, aku nanya ke satu orang yang sedang nongkrong.
“Pak, maaf mau nanya?” tanyaku, dengan suara sedikit keras, pada bapak yang nongkrong dipinggir jalan.
“Iya, A, boleh,” katanya.
“Kalau rumahnya Bu Hj. Anita disebelah mana ya?” tanyaku, kembali.
“Oh, nanti didepan belok kiri aja, A. Tinggal lurus aja, patokannya Masjid Al-Ihsan,” Jawabnya.
“Makasih pak.” Aku.
“Iya sama-sama, A.” Katanya.
Ternyata, lokasinya tidak jauh dari aku bertanya pada bapak itu. Dan ketemulah dengan alamat yang kutuju. Aku bertemu dengan dua guru dirumah tersebut.
Aku melihat ibu itu masih memakai mukena, dan anaknya memakai koko dan sarung. Mungkin, mereka antara sudah sholat atau mengajar ngaji anak-anak disana.
“Asalamualaikum...,” ucapku, yang lembut, pada tuan rumah.
“Wa’alaikumusalam...” Jawab tuan rumah tersebut sambil menyuruh masuk dan duduk.
Masuklah aku, karna sudah ada izin untuk masuk ke rumahnya. Dan duduk berhadapan diruang tamunya. Aku pun memperkenalkan diri terlebih dahulu pada dua guru itu.
“Oh iya, ibu, akang. Perkenalkan saya Areza, panggil saja Reza, saya yang dapat info dari lembaga, untuk membantu mengajar disini,” aku, sambil sedikit tersenyum pada mereka.
“Oh Iya, betul A. Reza, saya Bu Hj. Anita yang menghubungi pihak lembaga, karna di sini kekurangan guru untuk mengajar murid-murid. Sekarang Alhamdulillah murid-muridnya melebihi dari seratus orang, sedangkan di sini cuma ada dua orang guru, yang mengajar mereka.” Kata Bu Hj. Anita.
“Ohk begitu ibu, Insya Allah saya siap untuk membantu disini.” Jawabku.
“Dan ini perkenalkan juga putra saya, namanya Heri, A. ” kata bu haji. lalu kujawab. “Ohk iya ibu.”
“Heri sudah lulus dari kuliahnya, dia sekarang umurnya 23 tahunan.” Kata ibu itu.
“Alhamdulillah.” Jawabku.
Sambil memperkenalkan putranya, bu haji menyuruh putranya untuk membuatkan kopi di dapur. Yang akan di suguhkan padaku.
Luar biasa, terlihat mereka memperlakukan tamunya sangat mulia. Lalu disuguhkan kopi dan beberapa cemilan padaku. Sambil terus lanjut mengobrol dengan Bu Hj Anita.
“Tapi, Heri ini punya kelemahan, A,” kata Ibu Hj.
“Ohk ya, kenapa gitu bu?” tanyaku.
“Heri nih, orangnya sangat pemalu dan pendiam, A,”
“Ha ha ha.” Tertawa kami, dan Heri pun ikut tertawa.
“Oalah, kirain apa ibu.” kataku.
“Buktinya, dia dari tadi diam tuh,” Bu Hj. Anita, sambil sedikit melihat ke arah anaknya itu.
“Nanti juga bakal ngobrol dengan saya bu,” kataku.
“Semoga, ya, A,” Bu Hj.
“Haha, iya bu.” Kataku sedikit tertawa.
“Nanti kita ngobrol ya, kang,” kataku pada Heri, dengan tatapanku ke arahnya.
“Hehe, iya kang.” Jawab Heri, sedikit tertawa.
Aku yang begitu sangat bahagia, karna bisa silaturahmi ke Cigugur. Dan Bu Haji menceritakan tentang dimana sebelum beliau ke sana kampung tersebut sangatlah jauh dan awam dari pendidikan agama.
Sehingga beliau dengan suaminya, bertempat di Cigugur. Untuk terus mengajarkan pentingnya ilmu agama. Dan dari obrolan yang panjang, Bu Haji menanyakanku apakah aku sudah menikah, atau belum.
“Eh, ngomong-ngomong dari tadi. Aa, sudah menikah, kah? tanyanya.
“Mmm, belum ibu,” Jawabku, sedikit senyum. Karna ditanya seperti itu.
Dan berceritalah kembali, tentang dimana di sana juga ada saudaranya beliau, yang menikah dengan ustadz. Rencananya untuk mengajar anak-anak disana.
Tetapi karna kondisinya, mulai dari anak-anak, pemuda, hingga orang dewasa, tidak ada yang mengajarkan ilmu agama. Jadinya ustadz itu, fokus membuka pengajian ibu-ibu, dan bapak-bapaknya saja.
Lalu bu haji bersama putranya, yang mengajar anak-anak dan pemudanya. Karna murid-muridnya yang semakin bertambah, mereka kewalahan untuk mengajar. Sehingga mereka mengajukan guru, untuk mengajar di Cigugur, kepada lembaga KPGN.
Dan sungguh di luar nalar ada doa indah yang terucap dari lisan sang guru itu. Yakni mendoakanku, semoga mendapatkan jodoh di Cigugur.
Agar bisa terus membantu ngajar di sana. Tiba-tiba dengan didoakan seperti itu olehnya, aku refleks meng-Aamiinkan doanya. Aku pun tertawa deh.
“Ehk, maaf ibu keceplosan,” kataku, sambil menepak bibirku sendiri.
“Gak papa semoga diijabah ya, Aamiin.” Katanya.
“Ha ha ha. Insya Allah.” Aku tertawa.
“Kalau untuk ngajar, bisanya kapan A?” tanya Bu Hj.
“Insya Allah hari senin bu,” jawabku.
“Di tunggu ya, A,” katanya.
“Iya ibu.” Aku, dengan suara lembut.
Waktu semakin malam, sumpah terasa banget dinginnya. Mungkin, karna masih sama tempatnya denganku, yaitu dekatnya dengan pegunungan. Memang satu gunung yang sama, yaitu Gunung Burangrang. Dan tempat itu, tidak jauh dengan tempatku, cuma beda kecamatan saja, kan.
Aku pun meminta izin untuk pulang. Sang guru dan anaknya pun mengijinkan Aku untuk pulang. Lalu mengucapkan banyak terima kasih kepadaku yang sudah berkunjung ke rumahnya, untuk silaturahmi dan mengobrol terlebih dahulu, sebelum ngajar.
🍃🍃
③
Hari Senin pun tiba, dengan suasana dan pengalaman baru. Aku berangkat pada sore hari, sekitar pukul 17.20 menitan. Dengan mengendarai Roki, motor Astreaku. Semangatnya aku, mencari pengalaman baru. Untuk berinteraksi dengan anak-anak di Cigugur.
Sampailah di Cigugur pada pukul 18.00, aku bersiap untuk mengajar di madrasah. Dari luar terdengarlah suara anak-anak di madrasah yang berteriak, layaknya seperti mau masuk Waterboom.
Sambil mengetuk pintu, masuklah aku ke madrasah, dengan mengucapkan salam. Terlihat anak-anak sudah pada menunggu kedatanganku, dan menjawab salamku. Orang baru yang bikin mereka penasaran. Dan aku tersenyum melihat mereka.
Kompak mereka langsung menyiapkan diri dengan rapi, dan langsung mengucapkan salam bersamaan. Kata mereka, “beri salam”
“Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatu,” ucap mereka, berbarengan kompak.
“Wa’alaikumusalam warahmatullahi wabarakatu.” Jawabku, pada mereka.
Mereka yang tadinya asik bermain-main didalam, sampai terdengar keluar. Ketika aku masuk, tak terdengar kembali teriakan-teriakan yang menurutku, variasi madrasah yang selalu ada pada diri anak-anak.
Seketika mereka diam dan tidak ada sedikit pun ucapan yang keluar. Duduklah aku, dengan posisi di depanku sudah tersedia meja untuk mengajar. Haha sialnya aku! Bingung mau mulai dari mana untuk berinteraksi dengan mereka.
Aku pun memperkenalkan diri pada mereka, dengan ceria dan garing. Sebenarnya untuk meredakan rasa sedikit gugupku, pada anak-anak.
“Sebelumnya, udah pada kenal gak nih sama Aa,” Ucapku. Garingkan! padahal mereka belum pernah melihatku.
Mereka saling melirik pada teman kiri kanannya. Mungkin dalam pikiran mereka, Kapan juga mereka ketemu denganku. Serius, aku malu banget, dengan mengawali perkataan seperti itu.
Efek gugup jadi ngawur perkataanku, orang mah ngalur dengan perkataannya. Berbeda denganku yang penuh kengawuran dengan perkataannya.
“Belum...,” Kata mereka.
“Haha, kemaren ketemu loh!” aku, sedikit tertawa.
“Hah! dimana emang?” tanya salah satu murid.
“Itu yang kemaren beli baso dibawah,” Kataku. Sungguh, dari ngawur, jadi ngalur kengawuranku.
“Ohk yang kemaren pake jaket hitam ya?” kata murid yang lain. “Soalnya, kemaren aku lihat ada orang yang gak aku kenal, beli baso dibawah, A.”
Aneh, kenapa mereka bisa menuduh itu aku. Padahal aku cuman ngarang ucapan. Kuikuti alur perkataan mereka saja, bingung mau bahas apa juga. Sebenarnya, untuk mencairkan suasana saja, supaya mereka betah belajar denganku. Kalau diajak ngobrol dulu.
“Oh, ya,” kataku.
“Iya, ternyata itu Aa ya?” tanya murid itu.
“Sayangnya, tebakanmu salah de,” aku sedikit tertawa.
“Ishh, terus, Aa yang mana dong?”
“Aa mah yang akan memarahimu ketika bandel!” Kataku sambil tertawa.
“Ahh, takut.” Katanya.
Dengan perkataan bercandaku. Murid-murid disana terlihat wajahnya sedikit takut, dan menganggap aku ini galak.
“Enggak, enggak. Aa mah baik kok.” Kataku.