①
Malam hari pukul 21.00. Posisiku sekarang, sedang menikmati kopi sambil baca buku di halaman rumah. Dengan beberapa buku di meja, yang kubawa dari kamar.
Buku yang kubaca, ialah buku sejarah. Mau itu sejarah Indonesia, atau sejarah negara lain. Semuanya kubaca, mulai dari sebelum merdeka Indonesia, sampai merebut kemerdekaannya.
Teringat dengan ucapan Bung Hatta.
“Tak masalah jika aku harus dipenjara. Namun, aku ingin dipenjara bersama buku, karena dengan buku aku menjadi bebas.” Mohammad Hatta.
Buku bagi Bung Hatta, begitu sangat berharga. Disini kita bisa belajar darinya, bahwasannya menjadi orang yang cerdas dan hebat, harus dekat dengan buku.
Karna buku sumber dari segala ilmu. Malah, buku ini adalah seorang guru, yang tak pernah marah pada orang yang mau belajar padanya.
Aku pun membaca sejarah Napoleon. Ia yang mempunyai tujuan ingin menaklukkan Eropa, sampai menjadi realita nyata yang ditujunya. Dan masih banyak lagi buku-buku yang kubaca.
Ketika aku sedang membaca buku, terdengar suara motor yang khas menurutku. Motor yang selalu ia pakai, yaitu RX-KING. Aku sudah bisa menebak itu pasti Aldi, dan ternyata benar itu dia.
🍃🍃
②
Biar afdhal, aku ceritakan dulu siapa Aldi. Dia sekarang masih kuliah, ia mengambil fakultas Teknik Informatika dan Komputer. Sehingga dia pintar dalam hal teknologi. ia ngerti tentang perkodingan, bisa bikin aplikasi, website, dll. Jadi, kalau aku nanya tentang seputar teknologi, pasti dijawab. Karna ranahnya memang disitu.
Kami bersahabat sudah lama sekali, dari semenjak aku sekolah SMA sampai sekarang, dan selamanya. Awal kami kenal, yaitu ketika sedang ngaji di satu tempat. Aku menyapanya, dan kami pun mengobrol. Sampai-sampai aku sering main ke rumahnya, dan ia pun sering main ke rumahku.
Dan dialah yang selalu memberiku semangat yang tinggi, untuk menjalani episode kehidupanku. Aku dan dia selalu berkumpul dan mengobrol tentang seputar motivasi-motivasi kehidupan.
Dia adalah sahabatku, yang selalu ada ketika aku membutuhkannya. Kusebut dia adalah malaikat dunia, karna selalu ada ketika aku meminta pertolongannya. Begitupun aku, akan selalu ada ketika ia membutuhkanku. Aku rela kehilangan Gunung Tangkuban Perahu, asalkan jangan Aldi.
Menurutku, diantara seribu orang, hanya ada satu orang seperti dirinya.Susah untuk mencari duplikat seperti dia. Sepertinya tidak akan ada, dicari kemanapun. Dia tetaplah Aldi sahabat sejatiku.
Sedikit Kujaili dia, aku langsung masuk ke rumah dan mengumpat di balik pintu, yang sengaja kondisi pintunya terbuka, supaya aku bisa ngintip di celah pintu.
Karna ia pun sama, ketika aku datang ke rumahnya selalu di jaili dengan ia mengumpat, dibuka pintu lama, kadang juga alasan yang tidak kalah menarik, ia bilang lagi BAB.
Kulihat di celah balik pintu. Dia membuka pintu pager, dan memarkirkan motornya di depan halaman rumahku. Lalu ia mendekat ke teras rumah.
“Za… Za…,” pangilnya, dengan suara sedikit keras.
Aku hanya bisa menahan tawa, di balik pintu.
“Za… Reza…,” terus memanggil.
Dia menatap ke arah meja, yang ada buku-buku dan segelas kopi. Mungkin, dalam hatinya ini bekas siapa ya? apakah tadi ada orang disini?
Segera aku keluar, dan loncat dari balik pintu itu.
“Duar! hahaha,” aku, dengan suara keras.
Sontak Aldi terperanjat.
“Ajig, goblog!” teriaknya kaget, matanya membelalak sambil memegangi dadanya.“Teu lucu,” Katanya. (Gak lucu)
“Ha ha ha.” Tertawa aku.
Aku pun mempersilahkan sahabatku itu, untuk duduk di kursi, yang tadi aku sedang baca-baca buku. Aku dan Aldi pun, duduk berdua di situ. Kulihat ia membawa tas, tak salah lagi, pasti di dalamnya laptop.
Karna, ketika dia main ke rumahku, pasti selalu membawa laptopnya. Sepengetahuanku sih, ia selalu mengerjakan tugas-tugas dari kampusnya.
Ku ijin dulu pada Aldi ke dapur, untuk membuatkan kopi untuknya. Dan kembali lagi ke depan, sambil membawa kopi.
“Ada obrolan menarik sepertinya?” kataku. Sambil menyimpan kopi, lalu duduk.
“Ngobrol sangu,” katanya, sambil tertawa. (Ngobrol nasi)
“Ha ha ha.” Aku.
“Ari si Ara kamana euyy?” Tanyanya padaku, yang menanyakan adikku. (Kalau si Ara kemana)
“Ada weh dia mah di kamar,” Kataku. Lalu kupanggil Mahara, dengan suara keras dari luar. “Mahara sini, ada Aldi nih.”
“Iyaa, kalem lagi beresin dulu game kagok.” Teriakannya Mahara, di kamar. (Iya bentar, lagi beresin dulu game tanggung)
“Biarin weh, ker sibuk mereun,” Kata Aldi. (Biarin, lagi sibuk kayanya)
“Iya, sok kopi hela, Di,” Kataku. (Iya, kopi aja dulu, Di)
“Iya, siap.” Dia sambil meminum kopinya sedikit-sedikit, karna masih panas.
Aldi pun membawa rokok, dan kita mengobrol sambil Kopdud (Kopi udud). Dan Ia pun mengeluarkan laptopnya untuk mengerjakan projeknya, yaitu membuat aplikasi-aplikasi.
“Aku tuh, lagi bikin aplikasi euyy,” Kata Aldi, yang mengerjakan tugas projeknya. “Bantuan atuh.” Katanya, sedikit tertawa. (Bantuinlah)
“Jangar euyy ahk haha,” jawabku sedikit tertawa juga, sambil kulihat ke laptopnya. “lamun nulis, bisa dibantuin.” (Pusing ahk haha) (kalau nulis, bisa dibantuin)
Dia mengerjakan tugasnya. Aku membaca buku yang tersedia di meja teras rumah.
Tidak lama, Mahara pun dengan celana pendek dan baju bergaris hitam putih, keluar dengan memegang Hpnya.
“lagi arapa, iyeu teh?” tanya Mahara, dengan sedikit tertawa. (lagi pada ngapain ini teh)
“Modol!” kata Aldi sambil mengerjakan tugas di laptopnya. (BAB)
“Ahk boa edi subarjo,” Kata Mahara, sedikit tertawa. (Ahk gila luh)
“Kamu mah so sibuk,” kataku.
“Gimana aku weh,” Mahara.
“Iya, si Ara mah so sibuk pisan nya, haha,” Aldi. (Iya Mahara mah so sibuk banget)
“Asli euyy haha,” Kataku.
“Ya, ya, ya” Mahara.
Mahara tetap sibuk dengan hpnya. Bermain game sudah menjadi hobinya, sehingga ia tau siasat untuk bermain dengan menang. Aku pun dan Aldi suka kok main game, tapi tidak terlalu sering seperti Mahara.
“Mabar yuk,” Kata Mahara pada Aldi.
“Embung ahk, lagi nugas dulu,” Jawab Aldi. (Enggak ahk lagi nugas dulu)
“Iyey, eta kana mabar weh, pagaweana teh.” Aku pada Mahara. (Yah, kana mabar kerjaannya)
“Hidup itu adalah perlombaan, maka berlomba-lombalah dalam permainan,” Mahara.
“Lomba mah tina ibadah, lain game,” kataku. (Lomba itu dalam ibadah bukan main game)
“Tah itu baru benar,” Aldi yang mendukung perkataanku. “Sesat si Ara mah.” Kata Aldi.
“Ari eta mah sudah kewajiban.” Ujar Mahara sambil tetap bermain game.
Aku, Aldi, dan Mahara sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Aku membaca buku, Aldi mengerjakan tugas, dan Mahara sibuk bermain game.
🍃🍃
③
Tidak terasa waktu pun semakin malam, Aldi pun beristirahat dari mengerjakan tugasnya, dan menonton video-video random di hpnya. Kalau Mahara ia masih main game dengan posisi tiduran. Di simpanlah bukuku di meja, dan aku mulai mengajak ngobrol pada Aldi.
“Di, ngobrol atuh,” kataku.
“Ngobrol naon?” jawabnya. (Ngobrol apa)
“Gimana yeuh rencana ke depan tea?” tanyaku balik pada Aldi, sembari nyebat lagi rokok. Aldi pun sama mengambil dan merokok lagi. (Gimana nih, rencana ke depan?)
“Aku teh ada rencana bikin aplikasi, tapi berbentuk game edukasi,” katanya.
“Apa tuh gamenya?” tanyaku.
“Gamena mah 3D, tapi menceritakan tentang kisah islam, soalna kalo game 3D menceritakan kisah islam mah di cek dari play store teh gak ada.”
“Hmm keren atuh,” aku.
“Tapi baru rencana sih.”
“Bermimpi dan berimajinasi mah kudu, karna realita rencana bakal terjadi ketika kita mempunyai tekad yang kuat dan tujuan yang hebat,” kataku pada Aldi.
“Iya yah, da semua juga mesti direncanakan hela kan,”
“Betul.” Jawabku.
“Jadi aku mau bikinya itu dari awal penciptaan manusia sampai akhir zaman gitu, jadi seperti game pertualangan. Supaya orang islam teh tau bagaimana sih kisah penciptaan-penciptaan awal adanya kehidupan teh.” Jelas Aldi.
“Keren pisan, eta mah rencanana, pokoknya menurutku mah sangat mengedukasi.” Aku.
“Iya, tapi susah ngerjakeun na euyy,” Aldi dengan sedikit tertawa.
“Percaya diri dulu aja, pasti bisa,” kataku.
“Iya bismillah nya,”
“Iya dong, kalem entar di bantuan lah,” aku.
“Okee siap.” Aldi.
Teruslah kita mengobrol, sebatang demi sebatang rokok terus ku hisap dengan Aldi. Kalau Mahara belum merokok dia, karna kata ibu dia jangan dulu merokok kalo belum punya pekerjaan.
“Tau gak, Za, kehidupan kita tuh layaknya seperti pohon, pohon gak akan terlihat indah dan gak akan bertahan lama, kalau ia tidak memiliki akar, ranting, daun, malah hingga pucuk dari pohon itu,” katanya.
“Maksudnya?” tanyaku.