Blurb
Dunia anak-anak adalah sebuah bahasa kebebasan, sementara batasan adalah sebuah larangan. Karena apabila engkau membatasi gerak-gerik seorang bocah, sama dengan engkau menidurkan seorang anak singa yang tengah berkembang. Seorang anak bernama Mubarok lahir dan dibesarkan di sebuah kampung sederhana di bumi pertiwi. Bersama teman-temannya ia menemukan beragam makna kehidupan di kampung bambu.
Mereka mengenal jalinan erat yang bernama persahabatan, sebuah obat pahit yang bernama kebencian, sebuah perahu kemudi petualangan, dan petasan kegembiraan yang dipersaksi oleh rimbunnya bambu. Begitulah dunia mereka. Dunia yang hanya berisikan sebuah kata, bermain. Seiring berjalannya waktu, satu persatu dari mereka mulai memiliki sebuah impian. Impian yang mengantarkan mereka kepada jalan perpisahan.
Seiring umur mentari yang beranjak menua, Mubarok merelakan impian terbesarnya untuk bisa berbahasa layaknya penghuni langit. Perjalanan panjangnya menuntut ilmu selama 6 tahun dengan status setengah santri pun menemukan beragam momen yang sulit untuk dilupakan. Mulai dari melawan kezaliman berjama'ah, "meledakkan" aula pesantren bahasa langit, hingga ia menemukan sebuah alat penyegel waktu.
Bukan gembok apalagi mesin waktu, melainkan sebuah buku. Walaupun ia menemukan sebuah cara untuk bisa hidup abadi, namun satu persatu sahabat masa kecilnya pergi. Ia menukar keabadian persahabatan dengan keabadian tulisan. Begitulah manusia, terkadang mimpi dan target hiduplah yang sering memisahkan kita. Aral-melintang terus berdatangan, namun ia senantiasa tegar. Ia percaya, bukan yang tertajam yang akan menang, melainkan mereka yang terus bersungguh-sungguh.