Aku menerima kertas soal dan juga jawaban setelah jam terakhir sekolah. Karena saat itu tengah dilangsungkan seleksi mata pelajaran Matematika. Itulah mata lomba yang aku ambil sementara Hidayat tidak terlalu tercengang. Karena ia sadar lomba itu seakan menjadi hobi bagiku ketika MI.
Bola mataku mulai melihat-lihat lembar soal yang dipenuhi dengan angka-angka. Mereka seakan menunggu pikiranku memecahkan mereka dengan limit waktu yang telah ditentukan tentunya.
“Let’s do this,” gumamku dalam hati setelah sebelumnya memanjatkan doa kepada yang maha kuasa agar diberi kemudahan.
Apa kabarnya dengan BSP? Ketika Hidayat mulai berlatih vocal di kamar mandi hingga membuat bising rimbunan bambu, aku lebih memilih untuk berlatih mengerjakan soal. Padahal malam setelah aku mengerjakan soal seleksi ME Awards, penjaringan tahap kedua bagi the best five singer siap digelar.
Dua hari kemudian, ada dua pengumuman yang sangat dinanti-nanti oleh seluruh siswa. Yaitu pengumuman seleksi lanjutan dari kedua even tersebut. Aku pribadi lebih memilih untuk berdoa bagi kelangsunganku di ME Awards, ketimbang lomba tarik suara. Namun, Allah menghendaki aku lolos dua-duanya.
***
“Lihat, aku lolos ke semifinal”, ucap Hidayat angkuh.
“Mubarok juga lolos tapi biasa saja.” Fajar pun membalas ucapannya dengan sinis.
Aku tidak bergeming dengan perang kata mereka di markas bambu. Aku masih memikirkan satu hal, sebuah kemungkinan.