Ada rahasia besar di balik alfabet yang kita kenal. Mulai dari A hingga Z semua memiliki arti dan makna yang berbeda-beda. Hingga cerita ini pun tersusun atas beragam alfabet pembentuk makna, pembuat paragraf, untuk mempersatukan beragam kepingan cerita. Kemampuan pengenalan manusia mengenai huruf-huruf tersebut erat kaitannya dengan aktivitas membaca.
Mungkin menjadi sebuah keharusan bagi seorang anak TK untuk bisa membaca se-dini mungkin. Karena semua orang paham bahwa buku maupun tulisan yang dibaca adalah jendela dunia. Namun sayang di tengah kepahaman tersebut banyak yang justru mengkesampingkan kegiatan membaca. Buktinya, perpustakaan di sudut–sudut sekolah tak lebih ramai dari pada kantin di masa rehat.
Kegiatan yang paling aku senangi di masa MI dahulu adalah membaca. Sehingga destinasi utama yang selalu aku tuju ketika jam istirahat adalah perpustakaan. Bahkan aku sering sengaja tidak ke kantin, memang karena aku tidak diberi uang saku. Berbeda dengan Hidayat yang selalu menyempatkan diri untuk hadir di perpustakaan walau sekedar untuk melihat gambar. Meskipun di ruangan tertera larangan membawa makanan, namun Hidayat tetap memenuhi kedua tangannya dengan segudang makanan.
Bukan tanpa alasan apabila aku sangat senang dalam membaca. Karena memang ketika menginjak kelas 1 MI aku sedetik pun belum bisa membaca. Bahkan ketika taman kanak-kanak dahulu ketika ada pelajaran membaca, aku pun memilih untuk pulang terakhir dari pada harus membaca sebagai tiket untuk pulang terlebih dahulu. Sungguh sebuah ironi seorang anak apabila belum juga mampu untuk membaca.
Di dalam hati kecilku pun sering memberontak, ingin segera aku bisa membaca. Namun bagaimana lagi support dari orang tua tidak begitu tersedia. Walaupun demikian, aku tetap mencari alternatif lain dengan belajar kepada Rozaq. Bukankah disetiap kesulitan pasti ada kemudahan, kawan?.
Akhirnya beberapa minggu setelahnya aku sepenuhnya bisa membaca. Dan setelah momen itu, petugas perpustakaan pun heran denganku yang setiap hari selalu meminjam buku dan esoknya langsung dikembalikan. Itu pun tidak terhitung berapa banyaknya buku yang sengaja aku selundupkan keluar perpustakaan.
Begitulah, dengan membaca beragam buku bacaan aku merasakan dahaga panjang tak berkesudahan mampu terobati. Kebiasaan itu pun terus berlanjut dan terbawa hingga sekarang. Di kala teman-temanku masih sibuk dengan komik kala kelas 1 SMP, aku pun telah menamatkan karya monumentalnya Andrea Hirata yaitu Tetralogi Laskar Pelangi. Aku seolah-olah hidup di dunia imajinasi hingga waktu pun terasa singkat sekali.
Kebiasaan ini pun semakin menggila semasa MA. Di kalangan teman-temanku aku dijuluki sebagai si raja buku. Bayangkan saja, tak jarang aku membawa 8 buku bacaan keluar perpustakaan melawan aturan. Yang mana diperaturan hanya tertulis 1 buah buku saja. Tentu hal tersebut dapat berjalan lancar mengingat pengurus perpustakaan adalah teman-temanku sendiri.