Aku pernah membuat ribut se-isi langit karena sebuah gembok. Sudah barang tentu gembok yang dipermasalahkan bukanlah sembarang gembok. Jangan berpikir gembok ini hanyalah sebatas gembok rongsokan di toko peralatan bekas. Karena ada yang mengatakan gembok itu adalah peninggalan kerajaan majapahit ketika bala tentaranya transit di kampung bambu. Ada pula yang mengatakan gembok itu adalah milik orang suci.
Terlepas dari itu semua, aku lebih memilih menyimpannya di bawah bantal. Dengan sesekali melihat gembok itu tetap di balik bantal sebelum memejamkan mata. Semenjak isu tersebut menjalar ke seluruh penjuru desa, gembok itu tidak pernah lagi aman. Banyak yang menginginkannya. Walaupun demikian, aku tetap bungkam ketika ditanya orang tua mengenai gembok itu.
Sebuah gembok kuno dengan ukiran arab di tubuhnya. Aku yang sudah khatam Juz ‘Amma pun belum mampu untuk membacanya. Barangkali itu adalah aksara arab kuno. Tidak berhenti sampai disitu, aku pun dibuat tertegun melihat lengkungan gembok yang lebih mirip se ekor naga. Ditambah lubang gembok yang benar-benar berbeda. Aku berani memastikan tidak ada kunci model sekarang yang bisa menaklukkannya.
Aku turut berterima kasih kepada seseorang yang mengaku Hidayat di sore hari yang mendung. Ketika ia menyesatkanku di hutan bambu di masa ghurub. Selain ia memberiku kesempatan untuk berjumpa dengan nenek buyutku, ia juga menyulapku sebagai manusia paling dicari di kampung bambu berkat gembok kuno yang aku temukan. Sebuah gembok yang bersinar di bawah rimbunnya bambu.
Seorang Widodo pun tertarik dengan gembokku. Di antara kami, ia lah yang paling tertarik dengan dunia mistik. Sedangkan aku lebih memilih menjauh dari dunia mistik karena takut syirik. Namun, cerita-cerita yang ia dengungkan ke kepalaku bahwa gembokku dapat membuka segel waktu sekaligus portal langit, membuatku tertarik. Begitulah keyakinan seorang bocah yang mudah terombang-ambing oleh kesenangan.
Bukan tanpa alasan aku tertarik dengan ceritanya. Ketika aku, Alan, dan Hidayat berkumpul di perpustakaan untuk membahas pengalaman ghaibku tadi malam, ia datang sembari menunjukkan halaman sebuah buku ke kami.
“Persisi seperti cerita Mimzy, portal langit,” ia menyeringai.
Benar-benar mirip. Aku pun meyakini itu hanya sebatas kebetulan belaka ketika sama dengan buku cerita khayalan milik Widodo.