Gemuruh tepuk tangan menyambutku. Semua pandangan tertuju ke arahku. Entah itu pandangan heran atau kagum, aku pun tidak bisa mengujinya di tengah keramaian teman-temanku dan juga kerumunan orang-orang. Yang pasti, saat itu adalah momen yang spesial bagiku dan para santri karena dengan perjalanan panjang akhirnya mereka bisa menamatkan pendidikan di pesantren bahasa langit dengan prediket mahasantri.
Aku sendiri pun cukup dengan gelar mahasiswa baru saja. Karena sang pemilik kehidupan telah memberiku sebuah pemberian mungkin buah dari kesabaran yang panjang. Ketika temanku bingung dengan perguruan tinggi tujuan, aku ditakdirkan mendapatkan jatah satu kursi di sebuah universitas ternama kebanggaan bangsa, menjadi ksatria Airlangga. Dengan catatan tanpa biaya dan tanpa tes.
Mengenai penyebab seluruh pandangan tertuju ke arahku adalah ketika seorang anak kampung bambu dengan status bukan santri mampu menjadi lulusan terbaik bidang ilmu pengetahuan alam. Dan disusul Nita teman sesama warga kampung bambu berhasil menjadi lulusan terbaik di bidang pengetahuan sosial. Sungguh sebuah prestasi yang membanggakan. Karena dua gelar bergengsi tersebut berhasil dikawinkan sekaligus kembali diraih oleh siswa kampung bambu.