Rosy merasa sedikit aneh mendengar bagian ini dari kisah cinta Anjani. Menurut Rosy, kebaikan Ardiana mungkin bisa jadi bumerang bagi Anjani. Dalam beberapa kasus yang terjadi mengenai teman masa kecil terutama pertemanan antara pria dan wanita, salah satunya akan merasa cemburu ketika teman baiknya memiliki kekasih dan mulai menomorduakan dirinya.
“Apa wanita bernama Ardiana benar-benar membantu Ibu, Yah?” Rosy bertanya dengan wajah khawatir karena bayangan di dalam benaknya yang sempat berpikir bahwa Ardiana mungkin hanya bersikap baik saja.
“Ardiana itu teman baik sekaligus teman kecil Dewa. Keduanya sudah seperti saudara daripada teman itu sendiri. Mereka tumbuh bersama sejak kecil dan semenjak Ibu Dewa meninggal, Ibu Ardiana lah yang menggantikan posisi Ibu Dewa dan ikut membesarkan Dewa seperti anaknya sendiri. Jadi apa yang kamu khawatirkan tidaklah benar, Rosy. Pada kenyataannya, Ardiana-lah yang justru mendekatkan Ibumu dengan Dewa.”
“Sepertinya Ayah cukup dekat dengan Dewandaru dan Ardiana,” komentar Rosy.
“Tidak terlalu. Ayah dekat dengan mereka karena kami berada di jurusan yang sama dan berasal dari sekolah yang sama. Sebelum kuliah, Ayah bahkan tidak dekat dengan Dewa dan Ardiana. Ayah juga tidak dekat dengan Basuki dan Dimas saat sekolah.”
“Bagaimana dengan Basuki dan Dimas, Yah?” tanya Rosy lagi.
“Ehm … mereka berdua bisa dekat dengan Ardiana dan Dewa karena saat kelas 12, keduanya satu kelas dengan Dewa dan Ardiana. Mereka bisa dekat juga karena mereka punya hobi yang sama: bernyanyi dan bermain basket. Ditambah lagi mereka berada di kampus yang sama dan jurusan yang sama.”
Awal tahun 1998.
“Sepertinya kamu sangat dekat dengan Anjani, Dian?” Rama bertanya kepada Ardiana selagi makan siang berdua saja. Kebetulan Dewandaru melewatkan jam makan siang karena tugas kuliahnya yang belum selesai, sementara Dimas dan Basuki sibuk dengan urusan senat. Alhasil, Ardiana meminta Rama untuk menemaninya makan siang di kantin karena sudah tidak bisa menahan rasa laparnya.
“Ehm.” Ardiana menganggukkan kepalanya sembari mengunyah makanannya. “Aku suka dengan Anjani. Dia anak yang baik dan pengertian. Kamu tahu kan aku ini anak tunggal dan sejak kecil aku selalu bersama dengan Dewa??? Sekali-kali aku ingin punya adik perempuan yang bisa aku ajak untuk belanja bareng.”
“Alasan yang tidak terduga. Lalu kenapa Anjani?” Rama sedikit penasaran.
“Anjani itu beda.”
“Apa yang buat Anjani beda dengan cewek lain? Kukira dia juga suka dengan Dewa. Diam-diam aku perhatikan, Anjani suka diam-diam memperhatikan Dewa.”
Ardiana menganggukkan kepalanya. “Kok tahu??”
“Kelihatan banget.”
“Sial kamu, Rama! Matamu itu selalu perhatian banget soal kayak gini.”
“Maaf.” Rama merasa sedikit menyesali ucapannya.