Dalam proses pemakaman Dewandaru, Rosy bersama dengan Rama, Paman Dimas, Paman Basuki yang menemani Anggara, melihat Dewandaru untuk terakhir kalinya sebelum disemayamkan. Dalam tidur abadinya, Rosy melihat wajah Dewandaru yang tampan dengan senyuman di bibirnya. Senyuman itu seolah mengatakan bahwa Dewandaru telah menemukan kebahagiaan kecilnya sebelum pergi dari dunia ini.
Paman tahu?? Wajah Paman sekarang menunjukkan pesona Paman yang mungkin ada saat Paman masih muda. Dibanding saat kita pertama kali bertemu, wajah Paman saat ini benar-benar terlihat tampan lengkap dengan pesona yang mirip dengan Kak Anggara.
Tubuh kaku Dewandaru perlahan mulai masuk ke liang lahat dan tanah mulai menutup sedikit bagian tubuh Dewandaru. Di samping Rosy, empat pria terdekat Dewandaru hanya bisa menangis dalam diam melihat pertemuan terakhir mereka. Tanpa harus menangis dengan berteriak, tangisan diam itu terasa lebih menyakitkan bagi Rosy.
“Paman?”
“Ya?”
“Bisa aku tanya."
“Ya. Apa yang ingin kamu tanyakan, Rosy?”
“Apa yang membuat Paman suka dengan Ibuku??”
“Bagaimana yah jelasinnya … Paman sedikit bingung.”
"Rosy pasti ngerti, Paman.”
“Hari itu, Ibumu benar-benar cuek sekali, Rosy. Paman tidak tahu apa yang membuatnya kesal dan bibirnya cemberut ketika melihat Paman. Tapi, wajah cemberut itu dalam sekejap berubah ketika hujan pesawat kertas itu Paman terbangkan. Ibumu tersenyum memandang ke arah Paman dan dalam sekejap hati Paman mengatakan pada Paman bahwa dialah wanita yang Paman tunggu.”
Rosy mengingat kembali waktu-waktu singkatnya saat bersama dengan Dewandaru. Waktu singkat itu sekarang lebih mirip mimpi bagi Rosy.
“Makasih, Rosy. Makasih sudah menemukan Paman dan membuat hidup Paman sedikit berwarna. Paman sangat beryukur bisa bertemu dengan Rosy. Meski terlambat, Paman tidak pernah mengira bisa menepati janji Paman pada Anjani dan bertemu lagi dengan teman-teman lama Paman. Semua ini berkat Rosy.”
“Makasih juga, Paman. Berkat Paman, Rosy juga bisa lihat Ayah sebahagia ini. Jujur ini pertama kalinya, Rosy melihat Ayah bahagia seperti ini selain bersama dengan Ibu.
Saat tubuh Dewandaru sudah benar-benar tertutup oleh tanah, hujan tiba-tiba turun. Hujan yang turun itu tidak deras seolah ingin mengatakan pada semua orang yang hadir dalam pemakaman Dewandaru bahwa bumi dan langit pun ikut merasa sedih dengan kepergian Dewandaru sama seperti empat pria terdekat Dewandaru yang membiarkan air matanya jatuh dalam diam.
Selamat jalan, Paman Dewandaru. Semoga Paman sudah tidak lagi memiliki penyesalan yang tertinggal. Semoga di sana, Paman bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tidak Paman dapatkan di sini.
Rosy mengucapkan salam terakhirnya pada Dewandaru-cinta pertama Anjani-ibunya.
*