Terik sinar mentari serta hiruk-pikuk pasar terasa di wilayah pinggiran kanela, dari kejauhan tampak seorang pria dengan mengenakan kemeja bermotif kotak warna merah yang terbuka kancingnya dan bercelana jeans sedang berjalan dengan tas selempang yang tergantung di punggungnya. Di pasar itu ia melihat kondisi masyarakat yang memprihatinkan, ada yang duduk di balik tumpukan kardus dengan kondisi badan yang sangat kurus dan ada juga yang meminta-minta sambil menggendong anaknya yang masih bayi. Pria itu merasa prihatin melihat kondisi tersebut. Terbesit dalam pikirnya “Kapan aku dapat membantu mereka sepenuhnya?”. Beberapa saat kemudian, jerit histeris seorang wanita paruh baya terdengar meminta pertolongan dalam keramaian di sana.
"Toloooongggg jambretttt.....". Teriak wanita paruh baya.
Tak lama setelah wanita paruh baya itu berteriak, pria dengan kemeja kotak merah serta bercelana jeans itu pun dengan sigap menghampiri wanita itu. Dialah Avgi yang telah menjadi seorang pria gagah serta memiliki rasa simpati dan empati yang lebih dari orang pada umumnya.
"Lari ke mana jambretnya bu?". Tanya Avgi pada wanita paruh baya tersebut.
"Tolong ibu nak, dalam tas itu ada uang untuk operasi anak ibu. jambret itu lari ke arah sana". Jawab wanita paruh baya itu sembari menangis dan menunjuk ke arah larinya jambret.
Setelah mendengar keterangan dari wanita itu, Avgi pun bergegas berlari mengejar jambret itu ke arah yang ditunjuk ibu tersebut. Di lorong yang sempit terlihat dua orang pria memakai jaket kulit yang sama saling berhadapan. dua orang tersebut tak lain adalah jambret yang mencuri tas ibu tadi.
"Waahhhhh...hahaha dapet banyak kita bang, entar malam wajib pesta kita haha". Ujar jambret pada temannya sambil tertawa melihat ada banyak uang dalam tas curiannya.
"Woyyy!!" teriak Avgi yang berhasil menemukan mereka.
Kedua jambret itu pun terkejut dan segera melarikan diri setelah mendengar suara dari teriakan Avgi. Aksi kejar kejaran pun terjadi, kedua jambret itu berlari secara acak agar Avgi tak bisa mengejarnya, sampai-sampai dagangan orang pun mereka lemparkan untuk menghalangi Avgi. Namun, setelah lama berlari jambret itu pun terpojok di lorong sempit yang buntu. Kini Avgi dan kedua jambret itu saling berhadapan dan perkelahian pun tak terelakan. Untungnya, Avgi sejak kecil sudah didik bela diri oleh almarhum ayahnya, jadi mudah bagi Avgi untuk meladeni kedua jambret itu.
Setelah beberapa saat berkelahi tampaknya kedua jambret itu kewalahan meladeni Avgi yang seorang diri, pukulan demi pukulan yang dilancarkan mereka ditepis dengan santainya oleh Avgi, kemudian saat seorang jambret itu meluncurkan pukulan ke depan wajah Avgi, ia dengan sigap menangkap pukulan itu dan memukul wajah jambret kemudian membanting kepalanya ke tumpukan kayu di lorong itu. Tanpa Avgi sadari di belakang, jambret yang satunya mengeluarkan sebilah pisau kecil dari kantong jaketnya sehingga saat Avgi berbalik badan jambret itu seketika menikamkan pisaunya, dan pisau itu tepat tertancap di bahu kiri Avgi.
"Arggh" Avgi mengerang kesakitan.
Tapi, tak lama Avgi dengan raut muka sangarnya menyiksa jambret itu dengan pukulan-pukulan kerasnya hingga jambret itu tak sadarkan diri. Setelah perkelahian itu selesai, Avgi mencabut pisau yang masih tertancap di bahunya dan mengambil tas milik si wanita itu.
"Kalo cari uang itu yang halal, jangan merugikan orang lain seperti ini". Ujar Avgi pada jambret yang masih sadar sambil membawa tas curian mereka.
Setelah mendapatkan tas itu kembali, Avgi pun segera bergegas ke tempat di mana ia bertemu dengan wanita paruh baya tadi, tetapi setelah ia sampai di tempat, wanita itu sudah tidak ada di sana. Dengan keadaan baju yang bersimbah darah, sambil memegangi bahunya ia kebingungan mencari wanita pemilik tas tersebut. Sebab keadaannya yang sedang terluka ia tak bisa melanjutkan mencari wanita itu dan ia pun pulang untuk mengobati lukanya terlebih dahulu.
Avgi adalah seorang pria yang memiliki dendam yang mendorong semangat dalam dirinya untuk mencoba memperbaiki keadaan di negara Bahrik, sebenarnya kampung halaman Avgi terletak di pusat daerah Galfar. Namun, Avgi berhasil mendapatkan beasiswa untuk kuliah disalah satu Universitas di Kanela. Baru 2 tahun kemarin ia telah lulus menjadi sarjana dan sekarang ia tinggal bersama dengan adik almarhum ayahnya yang biasa ia panggil Mpok Ochi. Sudah 7 tahun lamanya ia tinggal bersama dengan bibinya itu, tetapi meski bukan kampung halamannya, di daerah tempat tinggalnya saat ini banyak orang yang peduli serta sayang padanya, oleh sebab itulah Avgi betah berada di perantauannya. Di daerah tempat tinggal Mpok Ochi, ia dikenal sebagai anak yang baik dan peduli terhadap sesama, hal itulah yang membuat pria ini disayangi warga di sana.
Setelah melewati jembatan kecil, Avgi pun sampai di sebuah pemukiman kumuh. Permukiman kumuh itu adalah tempat tinggalnya sekarang, ia berjalan menuju rumah Mpok Ochi sambil memegang bahunya yang bersimbah darah. Terlihat sekumpulan ibu-ibu yang sedang asyik mengobrol di warungnya terkejut melihat bahu Avgi yang bersimbah darah. Lalu, mereka pun menghampiri Avgi dengan.
"Nak Avgi. Ya ampun, bahu elu kenape sii tong sampe berdarah-darah kayak gitu?". Tanya seorang ibu-ibu dengan nada yang khawatir sambil melihat dan sedikit memegang bahu Avgi.
"Adududuh. Avgi baik baik aja bu, cuman luka dikit pas tadi ngejar jambret". Jawab Avgi sopan sambil sedikit sakit karena bahunya dipegang mereka.
"Aduhh tonggg. Mangkannye laen kali elu musti ati ati. Yaudeh sini aye anterin elu sampe rumah yee". Ujar ibu-ibu itu ingin mengantarkan Avgi pulang.
"Iya bu boleh, makasih ya"
Dengan tersenyum malu Avgi menganggukkan kepalanya yang berarti iya pada ibu itu.
Pada suatu rumah di pemukiman itu terdengar dendang musik yang khas dari negara Bahrik, di depan rumah itu terlihat seorang wanita yang sedang menyapu halaman dengan sedikit menggoyangkan tubuhnya, rumah itu tak lain adalah rumah Mpok Ochi. Beberapa saat kemudian Avgi pulang dengan diantar ibu-ibu tadi.