Bagian 1
“Kau pulang untuk mengajar di sekolah?”
“Benar,”
“Kau sungguh buang-buang waktu sampai tua!”
“Kau benar,”
“Aku bersungguh-sungguh. Kau kawanku!”
“Aku tak punya pilihan…,”
“Kau punya kemampuan, kau punya segalanya dibanding dengan aku!”
“Aku melihat gelap semua,”
“Justru itu! Kau jadi mengajar di sekolah yang gelap,”
“Aku tak tahu,”
“Kau harus tahu,”
“Aku tak ingin mencari tahu,”
“Ayolah. Kau bukan dirimu yang aku kenal,”
“Aku tak tahu harapan apa,”
“Kau sekarang ini bukan dipecat, cuma kurang beruntung saja,”
“Maka, aku pulang!”
“Pasti kau diterima di tempat kerja lain,”
“Aku sudah berusaha,”
“Tidak. Kau justru ingin pulang,”
“Aku sudah melempar lamaran ke mana-mana,”
“Aku cuma tahu dua atau tiga,”
“Aku tak bilang padamu,”
“Aku tahu. Kau tak pernah berbohong,”
“Aku sudah kuatkan niat,”
“Urungkan dulu,”
“Aku tak ingin mengecewakan orang tua,”
“Apa hubungannya? Kau pulang malah menambah beban orang tua!”
“Orang tua ingin aku bekerja sesuai ijazah,”
“Kata siapa?”
“Kataku. Aku sarjana pendidikan, kerja juga harus di sekolah!”
“Tapi kau belum lulus tes CPNS,”
“Aku coba lagi,”
“Sampai kapan?”
“Sampai dibuka tes lagi,”
“Lalu kau mengajar di sekolah dengan ikhlas?”
“Begitulah,”
“Sampai kapan?”
“Mungkin…,”
“Kalau ada pemutihan?”
“Aku yakin 10 tahun ke depan kau tetap hidup melarat sebagai orang tak bergaji!”
“Apa itu perlu?”
“Hei! Kau mau makan apa?”
“Nasi,”
“Kau beli pakai apa?”
“Ada sawah di kampung,”
“Kau rawat pakai apa?”
“Hmm…,”
“Hama itu tak cukup kau buang dari batang padi,”
“Iya,”
“Kau butuh uang!”
“Aku bisa kerja apa di sana mungkin,”
“Justru di sini kau punya kreativitas lalu kirim uang ke orang tua,”
“Di sana mungkin juga bisa,”
“Kau di kampung!”
“Apa bedanya?”
“Kau menguji kemampuanku menganalisis?”
“Tidak, orang kampung juga bisa sukses!”
“Kalau jadi PNS!”
“Mungkin yang lain,”
“Pengusaha,”
“Ada yang lain,”
“Buka usaha,”
“Bisa jadi alternatif,”
“Lagi-lagi kau butuh uang!”
“Kecil-kecilan dulu,”
“Kau masih punya tabungan,”
“Tidak,”
“Kau andalkan honor dari sekolah?”
“Tidak,”
“Berapa lama kau mengajar seminggu di sekolah?”
“Mungkin tiap hari,”
“Sudah tahukah gambaran honor setiap bulan?”
“Katanya, dibayar perjam masuk,”
“Berapa satu jam?”
“10 ribu,”
“Berapa jam kau dapat?”
“Baru masuk sekitar 12 jam seminggu,”
“Kau cuma dapat 480 ribu sebulan,”
“Di luar hari libur atau tidak masuk,”
“Itu kau tahu,”
“Cukuplah segitu di kampung,”
“Untuk kau sendiri!”
“Perlahan-lahan,”
“Kalau kau berhasil?”
“Iya,”
“Kalau bulan depan kau dikurangi jam?”
“Aku tak tahu,”
“Kalau masuk PNS baru, kau mengajar apa?”
“Mungkin mengajar di beberapa sekolah,”