Akhtar Baswara, akrab disapa Akhtar. Laki laki berusia 19 tahun yang putus sekolah akibat perilaku buruk yang dilakukannya. Akhtar adalah seorang yatim piatu. Tumbuh dan besar bersama neneknya yang sudah berusia senja membuatnya kekurangan kasih sayang. Ditambah lingkungan yang kurang baik, secara tidak langsung membentuk karakter yang kurang baik pula. Keras kepala, Egois, Kecil hati, dan mudah Emosi. Membuat wanita bernama Ama itu menyerah dalam mendidiknya.
“Terserah apa mau mu nak. Mau sepanjang apapun mbuk ngasih tau kamu juga gak bakal dengerin” Ucap Nek Ama tanpa melihat wajah cucu satu satunya itu. Tanda dirinya benar-benar lelah. Bagaimana tidak? Setelah dikeluarkan dari sekolah, kelakuannya semakin menjadi-jadi. Hari-hari dihabiskan bermain judi, mabuk sana-sini, uang di hamburkan sesuka hati. Dan sekarang tiba-tiba Akhtar meminta izin pergi ke kota untuk mencari kerja. “Tidak usah khawatirkan mbuk disini” lanjut Nek Ama.
“Tapi mbuk, Akhtar khawatir mbuk kesepian disini. Apa mbuk beneran gak papa?”
Ama tersenyum tipis. “Khawatir mbuk kesepian? Kamu sudah membuat mbuk ngerasain hal itu sekalipun kamu gak berangkat” Halus tapi menusuk. Itu yang Akhtar rasakan. Kemudian laki laki berbadan kurus akibat kebanyakan narkoba itu berlalu.
…
Selesai mengurus beberapa berkas lamaran pekerjaan Akhtar membulatkan tekad untuk benar benar pergi ke kota. Ekonomi di rumah sangat buruk. Ia harus bekerja dan mendapatkan uang, mungkin itu akan bisa membuat mbuk bangga padanya, meski hanya sedikit. “Akhtar berangkat mbuk, doain semoga Akhtar pulang bawa banyak uang”
“Mbuk tidak mengharapkan uangmu, jadilah orang baik dan jangan pernah meninggalkan sholat” tanpa basa-basi Nek Ama kembali masuk ke kamarnya. Perempuan itu terlihat tidak bersemangat dengan cucunya sendiri. Akhtar mengerti itu, memang fakta tidak ada hal yang bisa dibanggakan darinya.
Demi menghemat biaya. Akhtar memilih berangkat menuju kota dengan menumpang secara diam-diam pada mobil pick up sayur yang lewat. Gelap, sunyi. Hanya lantunan suara Al Qur’an yang terdengar, kemudian perlahan menghilang saat pick up mulai keluar dari jalan Desa Takban.
Silau mentari pagi membangunkan Akhtar dari lelapnya. Akhtar melihat sekitar, ia yakin ini sudah memasuki kawasan kota tujuannya. Ia harus buru-buru pergi sebelum mobil ini berhenti. Akhtar memanfaatkan kondisi macet untuk segera melompat, tidak lupa memasang masker serta penutup kepala. Perjalanannya pun dimulai.....
Akhtar menaiki ojek menuju pelabuhan Kamal. Pak Rukan-Seseorang yang akan menjadi bosnya sudah menunggu disana.
“Jaket coklat tua, celana hitam. Lihat ke arah toko kelontong warna hijau, itu saya” suara dari seberang telepon. Mengikuti instruksi akhirnya Akhtar bertemu dengan Rukan. Pria bertubuh tinggi besar dengan kumis tebal, Akhtar cukup dibuat gugup saat berada di dekatnya. “Dengan Pak Rukan?” Pria itu tersenyum tipis, menatap Akhtar dari atas kebawah kemudian kembali menyesap rokok yang ada di tangan kanannya.
“Akhtar Baswara dari desa Takban?” Akhtar mengangguk.
“Sesuai dengan yang saya inginkan “
Kemudian Pria itu sontak merangkul tubuh kurusnya. “Mari Ikuti saya!” Akhtar mengikuti langkah panjang Rukan. Pria itu membawanya menuju mobil yang kemudian mengantarkan mereka ke sebuah bangunan yang akan menjadi tempat tinggal Akhtar.
“Saya sudah dengar banyak tentang kamu, zaman sekarang sekolah sudah bukan patokan seseorang untuk sukses. Jangan patah harapan hanya kamu dikeluarkan dari sekolah. Ikuti saya, saya jamin kamu akan menjadi orang yang sukses” Timbul senyuman tipis di bibir Akhtar. Kata- kata Rukan seolah cahaya harapan yang datang diantara kegelapan hidupnya. “Saya janji akan mengikuti semua perintah Pak Rukan, Apapun itu, saya mau membuktikan kepada orang orang yang sudah menghina saya!!!” Balas Akhtar penuh semangat.
“Itu kamar kamu, kamu bisa istirahat disana”
“Terima kasih Pak”
Ruangan 3x3 dengan kasur, kipas angin, dan lemari. Sederhana tapi cukup untuk Akhtar.
“Kamar mandinya pak?”
Rukan menunjuk ke arah belakang pintu dapur.
“Diluar sana”