BAITI JANNATI

JWT Kingdom
Chapter #2

2. Harga Surga

"Mama ...."

"Cuga di cana ya ...?"

Isyana. Tutur cadel anak perempuan, usianya belum genap 5 tahun. Dari balik sisi jendela kaca, tatap mata menerawang ke atas. Telunjuk mungil mengacung ke langit-langit mendung. Tak tampak apapun di balik sana kecuali awan kelabu.

"Cuga, Mama ...," disela meringis kesakitan. Isyana lirih bicaranya.

Tentang surga dan surga. Akhir-akhir ini, anak mungil itu sangat senang dibacakan dongeng tentang betapa indahnya satu tempat yang dinamakan surga.

Sambil menunggu papa datang, Isyana menghabiskan waktu demi waktu bersama mamanya. Satu ruang VIP untuk pasien anak-anak. Isyana, penderita tumor otak yang sangat mengganggu perkembangan saraf, sejak setahun belakangan.

Mama mengecup lembut kening Isyana. Hangat terasa. Sudah tak terasa lagi, air mata seakan mengering.

Mamanya sudah pasrah. Hampir menyerah terhadap penyakit Isyana. Satu-satunya peluang, operasi otak. Namun besar resikonya.

'Usia sekecil Isyana, apakah sanggup?' pikir mamanya, menghantui setiap saat.

Mama menghela nafas. Tatap mata si mungil Isyana, polos tanpa dosa, namun penuh makna. Beralih pandang pada seraut wajah mamanya. Isyana dalam pelukan.

"Mama, cuga mahal ya?"

Belum terjawab, pertanyaan sebelumnya, mama dibuat tertegun. Isyana keburu bertanya lagi. Akhir-akhir ini, yang dibicarakan tentang surga dan surga. Tak pernah tersirat neraka atau hal mengerikan.

"Kita pindah yuk, Ma ... ke cuga, bareng Papa ...," tiba-tiba nada bicara Isyana merengek dalam kalimat aneh.

Mama tak menjawab namun hela nafas resah tak tertahan lagi.

"Icha ..., Icha yang sabar ya sayang, nanti Icha sembuh kok. Icha kan mau sekolah lagi. Ketemu teman-teman lagi, iya kan?" kata Mama menenangkan, walaupun sebenarnya sangat rapuh.

Sedang enak-enaknya Isyana bermain di taman sekolah TK bersama teman-teman sebaya. Ia sering jatuh pingsan dan kejang-kejang. Mulai saat itu, Isyana tak bisa sekolah lagi. Kondisi memburuk hingga saat ini, berakhir dalam perjuangan melawan tumor otak.

Isyana lemah lesu. Garuk-garuk rambut dan sesekali tergeleng. Jejak infus memerah di pergelangan tangan.

"Halo, Isyana sayang ...," tiba-tiba suster datang dari arah pintu. Seulas senyum manis nan lembut, ia mendekati Isyana digendongan mama, menuju pembaringan lengkap dengan selimut putih dan peralatan medis.

"Isyana, yuk minum sirup dulu ya sayang ...," bernada bohong, suster mengatakan sirup alih-alih sebenarnya obat rutin.

"Sust, Isyana bosan di kamar. Boleh kami jalan-jalan di taman bawah?" pinta mama Isyana.

Lihat selengkapnya