Mbak Anggia bangun pukul 04.30. Kulihat dia sedang menyetrika jilbab dan pakaian- Hah? Tunggu, tunggu. Menyetrika? Dia bawa setrikaan dari rumah gitu?
"Kamu bawa setrika dari rumah, Mbak?" aku bertanya sambil menguap dan meregangkan tubuhku.
"Iya, jaga-jaga kalo laundry di sini ga ditanggung." Mbak Anggia masih khusyuk menyetrika tanpa memandang ke arahku.
"Buseeeettt. Niat banget kamu, Mbak," aku berteriak dari dalam kamar mandi karena hendak wudhu untuk salat subuh.
"Lah, bayangin aja kalo laundry kudu bayar. Kita di sini tiga minggu. Masa baju kerja abis dicuci ga disetrika?"
"Berarti kamu bawa deterjen juga?" aku membelalak kaget begitu keluar dari kamar mandi. Kulihat Mbak Anggia sedang menghamparkan pakaian dan jilbabnya di atas kasur.
Mbak Anggia mengangguk. Aku mengelus dada. "Subhanallah. Antara waspada, rajin, sama ribet beda tipis emang ya."
Mbak Anggia tersenyum lalu kulihat dia masuk kamar mandi. "Aku mandi duluan ya, Mir. Bakal lama soalnya- yah, kamu tahulah kalo lagi dapet-" dia berkata padaku sebelum menutup pintunya.
"Iya, iya. Take your time, Mbak. Yang penting jam setengah tujuh kita udah siap di bawah. Sarapan dulu. Aku kalo makan rada lama soalnya," aku mengingatkan.
Aku pun bergegas menunaikan kewajibanku sementara Mbak Anggia mandi. Aku mengecek beberapa barang yang harus kubawa selama diklat sembari menunggu Mbak Anggia selesai mandi. Lalu aku ingat untuk melicinkan jilbabku juga sehingga aku meminjam setrika milik Mbak Anggia.
"Mbak, aku pinjam setrikamu ya. Mau nyetrika jilbab."
Mbak Anggia meneriakkan kata 'iya' di antara deru air kran.
Oh ya, ini memang semacam tradisi buatku- mungkin juga perempuan-perempuan lain yang berjilbab. Tiap kali hendak memakai jilbab segi empat pasti aku harus menyetrikanya lebih dulu agar garis bekas lipatannya tak terlihat. Kalau tidak disetrika, garis bekas lipatan itu sangat mengganggu penampilan. Andai saja saat diklat dibolehkan memakai jilbab instan, mungkin aku lebih memilih memakai jilbab instan. Lebih praktis. Peraturan ini mungkin juga berlaku kalau sudah resmi bekerja.
Selepas Mbak Anggia mandi, aku yang gantian mandi. Pukul 06.15 kami sudah berdandan rapih dan siap untuk sarapan di lantai bawah di pantry.
"Kalo kita ga buru-buru makan jam segini keburu abis sarapannya," kata Mbak Anggia.
"Emang bisa abis gitu? Mestinya kan udah disiapin buat berapa porsi sesuai peserta diklat kan?"
"Tapi udah sisaan biasanya. Ga enak. Enakan kalo masih baru. Masih anget juga semuanya."