Balada Mahasiswa: FRNDS

Gie Salindri
Chapter #2

Menuju Ospek

Tak ada yang lebih menarik saat pertama kali memasuki dunia perkuliahan selain kegiatan ospek. Sebelumnya aku sudah sering mendengar dari kedua kakakku- Mbak Ajeng dan Mbak Anjani- bahwa ospek saat kuliah tidak sama dengan MOS jaman SMA. Ospek dikenal kejam dan menyeramkan. Nanti para mahasiswa baru akan disuruh melakukan hal-hal aneh dan membawa barang-barang yang tak kalah aneh. Kadang bahkan tak jarang ada senior yang berani main fisik. Ini yang membuatku agak takut menghadapi ospek.

"Ospek kita nanti gimana ya, Ty?" Tanyaku pada Anty di malam harinya. 

"Ya ga gimana-gimana lah. Emang kudu gimana?" Anty masih sibuk menata barang-barangnya yang cukup banyak sementara aku sudah selesai sejak sore tadi. 

"Aku takut. Ospek kan katanya serem gitu." 

"Oh, maksud lo yang kayak STPDN itu? Yang disuruh push up, sit up, lari keliling lapangan?" Anty sesekali berpaling ke arahku yang duduk di atas kasur tingkatnya. 

"Aku takut digebukin, Ty," kataku polos. 

Anty tertawa. "Kalo ada senior yang gebukin lo ya lo lapor lah. Itu kan kekerasan namanya. Kalo lo keburu mati sebelum lapor gue yang bakal jadi pelapornya dan saksi matanya."

Aku melempar boneka-boneka kecil miliknya yang sudah ditatanya di atas kasur. "Sialan. Masa nyumpahin aku mati sih?" 

Anty terkekeh. 

Tak kusangka meski cukup tomboy, Anty suka mengoleksi boneka. Padahal aku tidak. Aku menghindari segala sesuatu yang berpotensi menjadi sarang debu seperti bulu boneka karena selain alergi cuaca ekstrim aku juga alergi debu. 

"Ospek kita kayaknya ga bakal sekejem itu sih, Mir. Yah, kita liat aja besok gimana. Kan besok kita ada technical meeting." 

Aku pun meyakinkan diriku bahwa aku bisa melewati badai ujian pertama kuliah bernama ospek itu. 

"Beli ayam goreng yang sayap sama kakinya nyatu?" Aku menggaruk kepalaku yang mulai pening membaca secarik kertas di tanganku. Bukan karena tulisanku jelek tapi karena isi catatan di kertas itu makin ke bawah makin tak masuk akal; dari buah pisang dempet tiga, permen susu rasa curiga, kini ada pula ayam goreng dengan sayap dan kaki menyatu. 

"Udah, kita beli aja ayam goreng bagian sayap sama ceker." Anty terlihat santai. 

"Terus nyatuinnya gimana, Ty? Dimana-mana orang jualan ayam goreng pasti udah dipotong-potong per bagian." Stress membuatku jadi emosi. Padahal harusnya aku membeli makan malam karena perutku belum diisi sejak siang. Tapi begitu pulang dari technical meeting sore ini napsu makanku tiba-tiba lenyap. 

Anty menggaruk kepalanya. "Pake lidi kek atau tusuk gigi mungkin." 

Lihat selengkapnya