Balada Perawan Tua

Da Pink
Chapter #6

#6 Teman Laknat

Sarah sudah memarkirkan kendaraan di depan rumah Amanda, terlihat seperti tidak ada aktivitas saja. Gadis itu lantas turun, lalu membunyikan pagar rumah sahabatnya dengan membenturkan gembok ke besi pagar.

“Ih, pemalas banget. Udah pagi, masih aja pintu rumahnya tertutup.” Sarah menggerutu. Ia sudah paham betul tabiat Amanda yang sering melanjutkan tidur setelah subuh, kalau suaminya tidak berada di rumah. Padahal ada Isabella yang harus diberi contoh baik. Meski hanya ibu rumah tangga biasa, seharusnya ia tetap berbenah dan membiasakan berkegiatan di pagi hari.

“Manda. Assalamualaikum.” Sarah terus membunyikan pagar dengan sengaja, bermaksud menciptakan suara berisik agar Amanda terganggu, lalu keluar dan mempersilakannya masuk.

“Manda, o Manda. Bukain pagar dong,” teriaknya lagi.

Sayup-sayup terdengar suara Isabella memanggil mamanya. Lalu gadis kecil itu mengintip dari balik gorden jendela. Sarah sengaja melambaikan tangan sambil tersenyum lebar. Ah, seharusnya ia membelikan permen supaya nanti mulut Bella sibuk mengemut lolipop, sehingga tidak berkesempatan bertanya macam-macam kepadanya.

Onti Sarah … ada loli?” Bella segera berlari mengejarnya ketika pintu rumah telah dibuka oleh Amanda. Wajah mama Isabella terlihat seperti baru bangun tidur, berbeda dengan anaknya yang sudah bersih dan wangi.

Rambut panjang Isabella tampak masih basah, pun dengan bedak yang memutih di beberapa bagian wajah. Gadis kecil itu tersenyum lebar memperlihatkan gigi depannya yang sudah ompong satu.

“Eh, udah ompong begini, enggak boleh ngemut lolipop dulu. Entar kalau udah tumbuh anak giginya, Onti belikan, ya.” Sarah segera menggendong Bella saat gembok pagar juga telah dibuka oleh Amanda.

“Kalau makan colat?” tanya Bella mencoba bernegosiasi di dalam gendongan Sarah. Mereka sudah melangkah masuk ke dalam rumah, tanpa dipersilakan oleh Amanda terlebih dahulu.

“Belum juga. Cokelat itu ‘kan manis, mengandung gula yang banyak, nanti gigi Bella bisa dikerubungi semut, terus ompong lagi, deh.” Alasan yang cukup masuk akal bagi pemikiran anak kecil umur empat tahun.

Isabella mengangguk-angguk percaya. Tubuh kecilnya lalu diturunkan oleh Sarah saat telah berada di sofa tamu. Amanda terlihat duduk di salah satu sofa, tanpa ada niat untuk membuatkan sahabatnya yang masih lajang itu minuman hangat.

“Mama, kenapa enggak buatkan Onti Sarah minum?”

Pertanyaan Isabella kepada mamanya berhasil membuat Sarah tergelak. Anak sekecil itu saja mampu bersikap peka. Kenapa ibunya tidak? Ah, untung ada Isabella, sehingga sang tamu pun jadi tidak perlu repot memberi kode agar diberikan minuman.

“Kamu ini, mulutnya bisa direm enggak sih?” Amanda memelotot ke arah Bella. Ia merasa malu sekali jadinya. Namun, saat sadar tamu yang datang hanyalah seorang Sarah, rasa malunya tadi seketika menguar membaur dengan udara, lalu lenyap tak berbekas.

“Kamu mau minum apa?” tanya ibu satu anak itu kepada Sarah.

Lihat selengkapnya