Sarah memutuskan untuk tidak langsung kembali ke kantor setelah menyelesaikan urusan dengan pihak Bento FM. Gadis itu menghela napas dalam, saat mengingat perlakuan Beno kepadanya beberapa menit yang lalu. Sungguh sesuatu hal yang menjadikan hatinya tak tenang. Perlahan ia lambatkan laju kendaraan, kemudian berhenti di bahu jalan. Hujan yang jatuh membasahi bumi cukup lebat, tetapi bukan hal ini yang menjadi alasan bagi Sarah untuk menghentikan mobil.
Di luar sana, banyak orang-orang yang berkendara dengan mengenakan mantel. Manik mata Sarah menatap pada mereka yang tetap melaju dengan hati-hati meski di tengah terpaan hujan deras disertai badai. Gadis itu lantas mengeluarkan ponsel. Ia melihat-lihat nomor kontak, kemudian membuka blokir pada nama Beno.
“Apa aku coba hubungi dan minta maaf?” Ia bertanya kepada diri sendiri. Namun, selang beberapa detik, ia menggeleng. “Enggak ah, ingat harga diri. Ih, udahlah.” Sarah pun meletakkan gawai di jok sebelah, lalu melanjutkan perjalanan kembali.
Jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, tetapi di luar sana kondisi langit yang kelam menutupi sinar sang surya menerangi bumi. Perut Sarah terasa lapar. Ia lantas memberhentikan kendaraan tepat di sebuah restoran. Bukan untuk sarapan, ia ingin makan berat.
Ketika hendak keluar dari mobil, entah kenapa susah sekali bagi Sarah untuk mengembangkan payungnya. “Aduh, kenapa tiba-tiba macet sih?” Gadis itu terus memaksa agar payung dapat terkembang sehingga ia pun bisa keluar. Namun, takdir berkata lain, payung yang sudah hitungan tahun itu ada di dalam mobilnya, akhirnya rusak juga. Ada sel-sel dari payung yang patah sehingga menyebabkan benda itu tak mampu digunakan dengan sempurna.
“Haisstt!” Sarah terlihat sangat kesal. “Kenapa ketika diperlukan begini malah rusak sih?” gerutunya sambil melempar payung itu keluar dan dirinya kembali menutup pintu mobil.
Tak lama, seseorang mengetuk kaca jendela, membuat Sarah yang tengah dilanda emosi di jiwa tersentak lalu menoleh ke asal suara. Seorang pria mengenakan jas dan terlihat rapi berdiri di sana. Buru-buru Sarah menurunkan kepala hendak mengintip wajah lelaki yang entah ada keperluan apa mendekati mobilnya.
Pria itu mengetuk lagi. Kali ini terlihat ia mengangkat payung yang tadi dibuang oleh Sarah sembarangan.
“Duh, ada apa sih?” Sarah menggerutu, kernyit di dahinya terbentuk dengan maksimal. Membuat wajah yang sebenarnya manis kalau sedang baik-baik saja, berubah menjadi keras dan tidak enak dipandang. Ia lalu menurunkan kaca sedikit.
“Ada apa, ya, Pak?” Gadis itu tak lagi mencoba mengintip wajah si Pria, sebab sama sekali tidak terlihat. Posisi berdirinya begitu dekat ke jendela, sehingga tidak ada celah untuk memindai rupa si Lelaki.
“Payungnya kenapa dibuang sembarang tempat, Buk?”
Mendengar suaranya yang cukup manly membuat Sarah kian penasaran saja. Ia menurunkan kaca lebih dari setengah, sehingga percikan air dari hujan yang turun sedikit masuk ke dalam mobil. Jika saja lelaki itu tak berdiri sangat dekat dengan jendela, mungkin percikan air bisa saja masuk lebih banyak.