Indra Alvaro, lelaki yang telah berhasil membuat Sarah terpikat sejak pandangan pertama. Mereka sudah berbincang cukup lama sembari perkenalan. Sarah merasa akan bisa cepat dekat dengan sosok Indra.
Sepanjang berbaring menuju lelap di malam ini, Sarah terus saja tersenyum sembari berbalas pesan dengan Indra via aplikasi whatsapp.
[Aku enggak nyangka kalau kamu usianya memang di atasku. Jadi, paslah, ya, kalau kupanggil Abang.] Dengan pipi yang merona, Sarah mengetikkan pesan yang terus berbalas itu.
Melihat Indra tengah mengetik pesan balasan yang terlihat di bawah namanya, Sarah terus saja mengembangkan lengkungan manis di bibir. Hatinya benar-benar dibuat berbunga-bunga oleh sosok seorang Indra yang tampan menawan.
[Iya, Sarah. Saya memang sudah berusia cukup matang. Oh, iya, besok apa kamu ada waktu? Apa kita bisa bertemu kembali? Like dinner maybe.]
Sarah tak kuasa menahan kebahagiaan di dalam dada. Akan tetapi, ada sesuatu hal yang mengganjal baginya, status Indra … apakah dia masih lajang atau sudah beristri?
“Apa sebaiknya ditanyakan aja, ya?”
Biar bagaimanapun, gadis itu tak ingin menjadi duri dalam daging rumah tangga orang lain. Tak pula sudi dicap sebagai pelakor nantinya, sebab title itu sungguh sangat memalukan untuk disandang seorang gadis mapan, mandiri, cantik, dan sukses seperti dirinya.
“Ah, tanyain aja.”
Sarah lantas mengetikkan balasan dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Indra melalui aplikasi chatting tersebut.
[Bang, sebelumnya aku mau tanya dulu, boleh?]
Debar di dada Sarah mulai terasa kencang. Ia sangat ingin fakta yang diungkap oleh Indra sebentar lagi, adalah hal yang ia mau bahwa Indra seorang lajang yang bebas.
[Boleh, silakan saja, Sarah.]
Tak ingin menunda waktu, Sarah langsung menekan-nekan huruf demi huruf pada layar sentuh pada benda canggih tersebut.
[Abang ngajak aku ketemuan, buat dinner pula, apa nanti enggak akan ada yang marah? Soalnya ‘kan, pria sesukses dan sematang Abang enggak mungkin masih sendiri.]
Rasanya lega setelah mengirimkan pesan itu. Manik mata Sarah terus saja memindai ruang chatting tersebut. Indra terlihat aktif sekali. Lelaki itu bahkan langsung membalas pesan dari Sarah.
[Kalau saya sudah punya pasangan, entah itu istri atau kekasih, rasanya tidak mungkin saya bisa berbalas pesan dengan kamu seperti ini, Sarah.]
Sarah mengangguk setuju. Ia baru akan mengetik balasan, tetapi Indra tampak masih ingin mengirimkan pesan kembali.
[Dulu, saya memang pernah menikah, memiliki dua orang anak, tetapi kami berpisah secara baik-baik. Jika kamu ingin mendengar ceritanya, besok saja, ya. Setelah kita berjumpa. Sebab, saya tidak pandai merangkai kata untuk menuliskan kisahnya kepadamu.]