“Hm, Sarah. Maafkan, ya, saya tidak dapat mengiringi hingga sampai ke rumahmu. Sebab, masih banyak pekerjaan yang menanti untuk diselesaikan.” Sebelum mereka berpisah di tepi jalan, Indra mengutarakan hal yang sebenarnya tidak enak untuk ia sampaikan. Sebagai lelaki, seharusnya minimal ia memastikan Sarah tiba di rumah dengan selamat, dengan memberikan pengawalan dari belakang. Akan tetapi, karena sesuatu dan lain hal, lelaki tampan itu tak dapat melakukannya.
“Iya, Bang, aku paham kok. Kalau begitu, aku nyebrang dulu, ya. Udah malem banget, restorannya sampe nunggu kita beranjak pulang baru tutup.” Sarah tersenyum masam. Meski merasa sangat janggal dan terkesan tak dipedulikan, tetapi lagi-lagi ia memilih untuk memahami.
“Ya sudah, kamu hati-hati di jalan, ya. Kabari saya kalau sudah sampai di rumah.”
Sarah mengangguk. Ia sudah membalik tubuh untuk menyebrang. Kepala pun menoleh ke kanan dan kiri, takut kalau-kalau ada kendaraan yang lewat seperti tadi. Baru masuk ke dalam mobil, ia sudah tak melihat Indra berdiri di tempat mereka berpisah tadi. Cepat sekali lelaki itu beranjak.
Sarah masih menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat sang juru parkir, tetapi sosok itu sama sekali tidak terlihat. Padahal masih ada dua kendaraan lagi yang belum beranjak dari lokasi restoran. Mobil Indra yang berada di area parkir resmi dan kendaraan Sarah yang terparkir di luar jalur.
Gadis itu tak memedulikan. Ia lantas menghidupkan mesin dan memasang safety belt. Namun, pintu mobil yang belum sempat terkunci, tiba-tiba dibuka oleh seorang pria berpakaian serba hitam, serta wajah yang ditutupi oleh masker. Tangan kekarnya menyeret Sarah untuk keluar dari dalam mobil. Tetapi Sarah berusaha tetap bertahan. Ia bahkan sempat mencabut kunci kendaraan yang telah dibeli dengan hasil kerja keras sendiri, sebelum tubuhnya berhasil ditarik keluar oleh pria yang ternyata tidak sendirian itu.
Dua pria ini terlihat beringas dan kuat. Tubuh mereka kekar dengan cengkeraman tangan yang kuat di lengan Sarah. Gadis itu dibuat mendesis dan terus berusaha meronta.
“Mana kuncinya?” tanya pria yang satunya lagi. Ia sempat mengintip ke dalam mobil dan tak menemukan benda dicari.
“Tolong!” Tetapi bukannya menjawab, Sarah malah berteriak hingga membuat mulutnya dibekap oleh tangan kotor lelaki yang menyeretnya keluar.
Lokasi di tempat ini memang telah sepi kalau menjelang tengah malam, terlebih jika restoran sudah mulai tutup. Dua pria ini memang sejak tadi mengintai para pengunjung restoran yang terlihat mudah untuk mereka sikat. Ternyata malang sedang berpihak kepada Sarah. Gadis itu sungguh sudah mencolok sejak pertama datang. Sebuah pondok tak bertuan menjadi tempat dua pria ini mengintai. Dalam kegelapan, mata mereka jeli memindai siapa saja yang akan menjadi santapan malam ini.
Sarah terus meronta. Ia berharap Indra segera keluar dan melihatnya tengah diperlakuan seperti ini oleh dua pria asing. Akan tetapi harapan Sarah seumpama sirna. Indra memang telah keluar dari area restoran, ia hanya memberikan satu klakson saat melewati mobil Sarah yang masih terparkir di tempat semula. Tidak sedikit pun lelaki itu berhenti dan merasa curiga dengan keberadaan Sarah yang belum juga beranjak dari sana.
Hati gadis itu kian nelangsa. Manik mata Sarah mengiringi mobil Indra yang semakin menjauh. Netranya memerah bahkan telah berembun, siap untuk mengucurkan air mata yang sudah menganak sungai.