“Begini Sar, mumpung kamu sudah berada di rumah. Papa langsung saja ke pokok persoalan.” Sang ayah yang bernama Darta segera menengahi. Urusan yang akan dibicarakan jauh lebih penting daripada perselisihan yang sedang terjadi di antara anak dan istrinya.
Sarah pun memutar wajah ke arah papanya. Ia bahkan memberi perhatian penuh atas percakapan yang akan mereka jalani.
“Papa dan mama, juga abangmu tahu betul kalau kamu ini sangat sibuk, Sarah. Sehingga tidak mungkin ada waktu untuk melakukan hal lain.” Pak Darta menjeda ucapan. Ia memerhatikan Sarah sudah tampak sangat fokus kepadanya. Begitu pula dengan sang istri yang telah mengangguk-anggukan kepala sejak awal ia mulai bicara.
“Papa sama mama, kemarin ‘kan pergi ke acara reunian sekolah. Kami berjumpa dengan salah satu sahabat lama. Ternyata beliau juga memiliki seorang putra yang sama sibuknya dengan kamu. Sehingga tidak punya waktu untuk mencari calon pendamping hidup,” lanjut Pak Darta.
Sarah masih mendengarkan dengan baik. Ia tidak pula punya keberanian memberikan sanggahan atas keengganan dengan arah pembicaraan ini. Sebab pria yang masih menjadi kepala keluarga baginya itu memang sejak dulu sudah memiliki wibawa, sehingga anak-anaknya tidak ada yang berani menentang. Lain hal dengan Ibu Ayusita, wanita itu bahkan bisa-bisanya mengajak anaknya bertengkar hanya untuk sesuatu hal sepele dan tak penting.
“Maksud dari apa yang Papa sampaikan ini adalah untuk memberitahukan kepada kamu, bahwa, sahabat kami itu telah mengutarakan niat baiknya hendak mencoba mengenalkan kamu dengan anaknya. Itu pun sebelumnya sudah Papa katakan kepada dia, semua bisa saja dilakukan asal kamunya berkenan.” Pak Darta mengakhiri ucapan. Ia menatap penuh harap kepada Sarah. Sebagai orang tua, wajar saja memang jika Pak Darta dan Bu Ayusita menginginkan bungsunya ini segera menemukan jodoh dan membangun bahtera rumah tangga.
Mulut Sarah masih terkunci. Belum ada sepatah kata pun tanggapan yang keluar dari bibirnya.
“Bagaimana Sarah? Papa hanya ingin kamu itu nyaman saja menjalani hidup. Tidak mau kamu terbebani karena status yang masih lajang di usia sedewasa ini.”
Gadis yang dimintai tanggapannya mengerjap sekali. Beberapa detik yang lalu ia ternyata masih sempat untuk melamun. Bukan mengkhayalkan bagaimana indahnya hidup berumah tangga dengan pilihan orang tua, tetapi Sarah justru lebih memikirkan nasib lelaki tersebut jika menjadi suaminya tanpa ada rasa cinta.
“Hei, jawab dong pertanyaan papa kamu!” Bu Ayusita menyenggol lengan putrinya. Ia pun memiliki harapan yang sama dengan sang suami.
Sarah menoleh kepada mama, lalu beralih lagi ke arah papanya. “Sarah mau lihat CV-nya dulu dong, Pa.”
Bola mata kedua orang tua itu membeliak mendengar jawaban yang dilontarkan anaknya barusan.