Sarah merasa sangat bosan sekali dengan hari-harinya kini. Ia sendiri yang memilih menepi dari kehebohan yang telah diciptakan oleh sahabat-sahabatnya di grup whatsapp mereka. Biasanya Sarah tidak begini, tetapi karena sekat yang masih terasa di dalam dada, sehingga menyebabkan dirinya menghalangi siapa saja yang hendak mampir, meski sekedar menghibur sang hati yang sedang gulana.
Sarah menemukan hal terberat yang menimpa hatinya dalam bulan ini. Pertama, undangan pernikahan Dania yang berlangsung Sabtu depan. Ke dua, pertemuan dengan Beno yang memiliki efek kurang bagus bagi dirinya hingga saat ini. Ke tiga, keanehan Amanda yang membuatnya merasa tidak enak hati. Ke empat, Indra … lelaki yang telah berhasil menyemai benih cinta di dalam sanubari, ternyata tidak sesempurna yang dibayangkan.
Langkah kaki sudah mengayun membawa raga keluar dari bangunan besar itu. Tangan sebelah kanan menenteng satu plastik belanjaan dari merk toko ternama di mall tersebut. Sarah masih menggunakan fasilitas cuti sakit yang tersisa hari ini, walau kondisi tubuhnya sudah sangat jauh dari kata kurang baik.
Sebuah mobil Mercedes Benz CLA-Class berwarna putih, terparkir cantik dua baris di belakang kendaraan milik Sarah. Mata belonya sempat menangkap sesosok pria berkemeja cokelat garis lurus berwarna emas, tengah menyelinap ke belakang mobil itu. Dari postur tubuhnya, seperti seseorang yang Sarah kenal. Namun, ia memilih untuk mengabaikan, sebelum sosok Indra terlihat lalu melambai ke arahnya. Pria itu tepat berada di sebelah mobil mewah berwarna putih.
“Sarah ….” Lelaki itu tersenyum semringah. Dua hari sudah ia diabaikan oleh Sarah, tetapi tak terlihat kesedihan di wajahnya.
Sarah baru saja membuka pintu. Namun, ia tutup kembali setelah melihat Indra berjalan mendekati.
“Hai, Sarah. Saya sangat rindu sekali ingin bertemu dan mengobrol lagi denganmu. Belakangan kamu terlihat sangat sibuk, sehingga mengabaikan telepon dari saya.” Dari ucapan yang keluar, memang terkesan nelangsa. Namun, jika melihat bagaimana rona wajahnya saat mengatakan, hampir tidak ada sendu yang terlintas.
Sarah hanya mengangguk. Ia memang sedang sangat malas untuk bicara dengan Indra, tetapi tak pula tega membiarkan.
“Kamu sedang apa di sini, Sarah?” Lelaki seribu pesona dengan senyum memukau itu kembali mengeluarkan suara, meski perkataannya tadi tak ditanggapi betul oleh gadis yang berdiri mematung di hadapan sembari bersandar pada badan mobil sedannya.
Sarah lalu mengangkat kantong yang masih dipegang. “Beli ini.” Meski sangat susah, tetapi dicobanya juga untuk melemparkan senyuman.
“Beli baju, ya?”
Kedua alis Sarah terangkat. “Iya.”
“Kamu baik-baik saja ‘kan, Sarah? Belakangan saya selalu terpikir kamu.” Indra ikut bersandar di mobil Sarah. “Saya merasa kita perlu berbincang lebih lama. Apa kamu ada waktu siang ini?” Pria itu menoleh ke arah Sarah. Terlihat ia sangat berharap gadis di sebelah akan memberikan respon yang lebih baik.
“Pertama, aku baik-baik aja. Ke dua, aku enggak bisa kalau sekarang.” Gadis itu menyudahi ucapan tanpa niat melanjutkan.