Di dalam perjalanan pulang menuju rumah Amanda, Sarah belum berkata sepatah pun. Padahal begitu banyak yang ingin ia tanyakan kepada wanita beranak satu itu.
“Aku minta maaf untuk sesuatu hal yang belum pernah kuungkapkan sama kamu, Sar.” Bagi Amanda, persahabatan adalah hal terpenting yang perlu dijaga. Ini hanyalah kesalahpahaman yang harus segera diluruskan. Selama beberapa waktu belakangan, perempuan itu memang merasa tidak enak hati kepada Sarah. Dirinyalah yang paling bertanggung jawab atas perkenalan Sarah dengan Beno.
“Aku enggak mau banyak tanya. Kalau kamu mau menjelaskan dari awal sampai akhir, menjawab segala tanya yang ada di dalam kepalaku, meski nggak aku ungkap sekalipun, silakan. Aku akan sangat berterima kasih sekali atas segala pengertianmu.” Sarah marah, tetapi ia tak mungkin bisa memperlihatkannya di depan Bella. Ada seorang anak kecil yang memerlukan contoh baik dalam sebuah hubungan pertemanan.
Amanda merasa bagai sesosok yang benar-benar telah bergelimang dengan dosa, hingga membuatnya sangat takut sekali menghadapi Sarah. Namun, ia juga begitu ingin hubungan pertemanan mereka tidak kandas hanya karena satu salah paham yang tak pernah diluruskan. Manda tidak ingin terjadi pernyesalan di kemudian hari, jika ia tak bicara dari sekarang.
“Aku memang mengenal Beno. Akulah yang berinisiatif untuk menjodohkanmu dengan dia.” Manda mulai mengawali kisah yang belum pernah diketahui oleh Sarah. “Beno adalah salah satu teman Fathan. Dia memiliki banyak kenalan, termasuk Rama dan ternyata juga mengenal Aldi Saudagar, suami Dania.”
Sarah cukup terkejut dengan fakta yang baru ia dengar ini. Tetapi tak ditampakkan, ia hanya bergeming dengan pandangan mata fokus ke arah jalan.
“Jujur, sebelumnya aku sama sekali belum pernah bertemu dengan Beno. Menurut pengakuan Fathan, Beno adalah orang yang memilik pergaulan luas. Dia juga bos dari Bento FM, meski terkadang dia sering ikut siaran, sekedar menyalurkan hobi dan bakat yang dia punya.” Manda menoleh kepada Sarah. Ia ingin melihat bagaimana reaksi Sarah atas sepenggal cerita awal yang saat ini disampaikan. Tetapi gadis yang berada di balik kemudi sama sekali tidak memperlihatkan reaksi berarti. Antara mendengarkan atau tidak, seperti itulah sikap yang dipertunjukkan oleh Sarah saat ini.
“Saat mendengar kemapanan dan beberapa aset yang Beno punya. Aku langsung menawarkan untuk memperkenalkan kamu kepada Beno. Siapa tahu, kalian bisa saling cocok satu dengan yang lain. Fathan setuju. Aku juga langsung membicarakannya dengan Lena dan Dania. Tanggapan mereka juga sangat mendukung, tanpa melihat dulu bagaimana rupa lelaki itu.” Perempuan yang telah memiliki satu anak itu, menjeda ucapan. Ia bahkan menghela napas sesaat sembari menatap lurus ke jalan.
“Fathan bilang, kalau Beno memang tidak suka memperlihatkan jati dirinya di depan khalayak ramai. Ia juga tak suka difoto, pun memajang fotonya. Aku, Lena, dan Dania bahkan tak sampai berpikir tentang rupa yang dimiliki lelaki itu. Jika saja aku tahu kalau ia tak mempunyai kriteria utama calon suami yang kamu idamkan. Sudah pasti akan langsung ku-cut saja.” Manda mengakhiri ceritanya. Ia lalu menoleh kepada Sarah yang wajahnya telah memerah.
Gadis itu marah. Pun sangat kesal dengan sikap semua orang kepada dirinya. Seandainya saja mereka berkata jujur dari awal, tak perlu memberikan kejutan murahan seperti itu kepada dirinya. Mungkin, ia takkan pernah bertemu dengan Beno, dan lelaki tersebut juga tak perlu memiliki rasa berlebih kepada dirinya, sehingga tak ada perasaan saling tidak enak seperti ini antara mereka.
Sarah tidak menyukai perselisihan dengan orang lain. Hanya saja dengan Beno, entah kenapa dirinya seolah tidak ingin memulai berdamai. Sikap lelaki itu dirasa cukup kekanak-kanakkan menurut Sarah. Pantang juga bagi diri gadis tersebut untuk mengalah.
“Sar. Maafkan aku, Lena, dan juga Dania. Kami memang bersalah. Next time, kami enggak bakalan melakukan hal ini lagi. Semua akan kami serahkan sama kamu saja.” Amanda memegang lengan Sarah, saat mobil sudah berhenti tepat di depan kediamannya.