“Sar, kamu dipanggil sama Pak Andri ke dalam ruangannya.” Mira memberitahukan setelah melihat Sarah datang.
“Dia udah datang, Un?” Sarah melirik jam di pergelangan tangan.
“Udah.”
“Hah?” Gadis itu seolah tidak percaya. Sejak kapan seorang Andri datang lebih cepat daripada dirinya.
“Masuk sana. Dia udah nungguin kamu sejak tadi.”
“Iyo.” Sarah lalu melangkah menuju ruangan yang masih tertutup dengan rapat.
Gadis itu mengetuk pintu dengan pelan, lalu menekan handle ke bawah, kemudian masuk ke dalam setelah melihat Andri tampak serius menatap ponsel di mejanya.
“Permisi, Pak.”
“Mengucapkan permisi itu, seharusnya sejak kamu berada di dekat pintu sana. Ini sudah berada di depan mata saya masih juga bilang permisi.” Andri terlihat jengkel sejak mengangkat kepala dan menatap wajah Sarah yang sebenarnya cantik.
Gadis itu kembali berbalik.
“Eh, mau ke mana lagi kamu?” tanya si Manajer menghentikan langkah kaki Sarah.
“Mau ngucapin permisi di pintu, Pak.” Gadis bermata belo membalik tubuh. Ia terlalu lugu pagi ini.
“Ah, sudah, sudah. Jangan aneh-aneh kamu. Duduk cepat!” Andri memerintahkan Sarah untuk segera mendekat dan duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Tak membuang waktu, Sarah pun sudah menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi yang dimaksud. Ia telah duduk dengan tenang sambil menatap lamat ke wajah Andri yang terlihat masih kesal.
“Kamu tahu, saya jadi tidak maksimal saat mengadakan rapat evaluasi dengan pihak STSN.” Lelaki itu memulai dengan membahas persoalan yang telah berlalu beberapa hari di belakang.
Sarah tak menjawab karena merasa ucapan itu tidak membutuhkan jawaban.
“Sebagai gantinya, pagi ini kamu harus menggantikan saya menghadiri seminar di sekolah ini.” Lelaki itu lantas memberikan sebuah amplop berwarna putih kepada Sarah.
Menghadiri seminar rasanya lebih baik daripada diam di kantor, Sarah pun dengan senyum semringah mengiyakan. Ia akan segera berangkat, walaupun jadwal yang tertera adalah pukul sepuluh pagi.
“Saya permisi dulu, Pak.” Tak ingin mendengarkan banyak curahan hati lelaki itu, Sarah keluar dari ruangannya. Ia lantas bersiap-siap hendak pergi secepatnya.
“Uni, aku keluar dulu, ya. Ini ….” Sarah mengangkat amplop berwarna putih itu, lalu memperlihatkannya kepada Mira.