Perasaan itu bukan sesuatu hal yang bisa dipermainkan, Sarah sudah cukup merasa sakit selama ini. Jika Ali datang hanya untuk mengumbar kata tanpa tindakan bermakna, alangkah lebih baik disudahi saja semua, sebelum terlanjut mengukir rasa yang kian dalam melekat di jiwa.
Satu minggu sudah Ali selalu menemani dan memberikan kejutan demi kejutan manis untuk Sarah. Dia memang lelaki yang unik, memiliki cara sendiri untuk membuat gadis itu bahagia. Hanya saja, Sarah merasa risih dengan rasa yang mulai bersemayam di sanubari. Dia tidak mudah jatuh cinta, ini adalah pernyataan yang selalu diikrarkan di dalam diri. Sebelum bertemu dengan Indra, CEO gadungan, orang bayaran Beno yang juga merangkap sebagai sopir pribadinya.
Sarah tidak ingin menjadi seperti ini sebenarnya. Tetapi kenyamanan yang diberikan oleh Ali setelah kepergian Indra membuatnya begitu mudah terpanah asmara. Ali tidak pernah mengatakan ataupun mengungkapkan perasaan kepadanya. Namun, lelaki itu terus saja memberikan perhatian dan kenyamanan yang belum pernah orang lain berikan kepada Sarah.
Salahkah, jika kini ia mulai mudah jatuh cinta?
“Sarah. Ada paket buat kamu.” Tante Mirna menemui Sarah yang baru saja pulang dari bekerja. Ia tengah duduk di sofa melepas penat.
Kepala Sarah terarah ke asal suara. Manik matanya menangkap sosok Tante Mirna yang membawa satu bungkusan persegi setinggi dua puluh senti meter yang dilapisi kertas kado bercorak batik, berwarna cokelat. Dahi Sarah bertaut. Ia merasa tidak berulang tahun, pun memesan apa pun di marketplace mana pun. Tetapi kenapa ada bingkisan yang mampir ke rumah, tertuju atas nama dirinya.
Sarah tidak melihat nama pengirimnya. Ia bahkan sudah membolak-balik kota tersebut, tetapi tetap tidak ada ditemukan nama orang yang dicari. Gadis itu mulai bergidik, lalu meletakkan bingkisan yang tidak terlalu berat itu di atas meja.
“Lebih baik jangan kita buka, Tan. Takutnya nanti isinya aneh-aneh.” Paranoia Sarah kembali kumat. Ia sudah membayangkan aksi teror yang dilakukan oleh orang-orang di film-film horor yang pernah ditonton.
“Aneh-aneh gimana maksud kamu?” Tante Mirna yang duduk di sebelah, tampak bingung. Wanita mendekati usia lima puluh tahun itu sama sekali tidak memiliki pemikiran buruk terhadap benda yang sedang sama-sama mereka lihat.
“Tante tadi nerima dari kurir Sheppo, dia bahkan memotret Tante juga. Duh, masa ambil fotonya pas mulut Tante nganga. Terkesan sangat tidak profesional.” Sang tante kembali mengingat kejadian saat ia menerima paket itu siang tadi.
“Lah memang mereka kerjaannya bukan fotografer, Tan. Jelas-jelas kurir, dia cuma butuh dokumentasi aja.”
“Oh begitu?”
“Iya, tanteku sayang.”
Hening.
Lima menit telah berlalu, Sarah bahkan masih menatap bungkusan itu dengan seksama. Ia takut meraihnya kembali. Kalau ternyata isinya bom, yang jika digoyang-goyangkan bisa menyebabkan ledakan … Sarah dan Tante Mirna tiba-tiba bergidik secara bersamaan. Mereka sepertinya memikirkan hal menakutkan yang sama.