Balada Perawan Tua

Da Pink
Chapter #39

#39. Pesisir Selatan

Sarah sudah bersiap dengan segala atribut touring karena Ali benar-benar menepati ucapannya sendiri. Ia telah membawakan helm, sarung tangan, masker, serta kaca mata hitam untuk dikenakan Sarah. Tante Mirna yang melihatnya saja merasa gemas mendapati perhatian Ali yang begitu besar kepada keponakannya.

Sarah bagaikan gadis kecil yang mesti diperhatikan, disayangi, dan diurus dengan sangat benar oleh lelaki yang saat ini bersama dengannya. Seharusnya Sarah bahagia, tetapi ia tak menemukan rasa itu di dalam hati.

Sekali lagi, karena Ali berkata bahwa ia hanya ingin berteman biasa saja dengan Sarah, tidak lebih. Untuk apa semua bentuk perhatian dan kepedulian seperti ini. Gadis itu tak punya banyak waktu lagi menjalin pertemanan dengan lelaki. Usianya sudah 35 tahun, yang dibutuhkan saat ini hanyalah seorang pendamping. Sosok suami yang akan mempertanggungjawabkan dirinya di depan Allah kelak.

Bukan teman seperhatian Ali. Tidak butuh teman setampan dan sesempurna dokter ini saja. Sarah ingin lebih daripada itu semua. Tetapi ia tidak bisa berkata banyak. Mulutnya terus saja bungkam, hingga sepeda motor yang mereka kendarai sudah memasuki wilayah Sungai Pisang. Kata Ali, ini jalan pintas agar bisa lebih cepat sampai ke lokasi wisata yang dituju.

Meski berdomisili di Sumatra Barat, tetapi Sarah tidak pernah mengunjungi kawasan wisata yang ada di daerah ini. Ia tidak punya waktu. Hidupnya hanya untuk bekerja dan bekerja. Kawasan wisata yang berada di Pesisir Selatan itu resmi dibuka sejak bulan Juni 2015. Perjalanan dari Padang menuju Pesisir Selatan ditempuh dalam kurun waktu lebih kurang dua jam. Namun, sejak jalur darat melalui Sungai Pisang dibuka, jarak tempuh pun menjadi lebih pendek, satu jam perjalanan jika dilalui dengan sepeda motor dengan kondisi yang sangat fit.

Rute dengan tanjakan dan belokan yang sangat ekstrim harus dilalui jika menempuh jalur ini. Sarah sampai tercengang dan beberapa kali terpaksa memegang erat jaket Ali dari belakang. Ia takut jatuh, karena tanjakannya sangat tinggi sekali. Seolah tidak akan terdaki saja. Namun, sepeda motor Kawasaki Ninja 250 berwarna hijau itu mampu membawa Sarah menjelajah dan menikmati pemandangan alam yang eksotis.

Sarah ingin sekali merekam jejak perjalanannya kali ini dengan ponsel. Sayang, dirinya sangat takut untuk melepaskan tangan dari jaket Ali. Membayangkan ia akan terlepas, lalu hilang keseimbangan, terus berguling-guling di jalan, berakhir masuk ke dalam jurang. Tidak, hal itu sangat mengerikan sekali. Sehingga, ia memutuskan untuk terus memegang bagian jaket Ali di pinggang dengan erat.

Ali melajukan sepeda motor masuk ke dalam kawasan pantai. Seorang pemuda menanti di gerbang dan memberikan karcis setelah Ali membayar lima ribu rupiah.

“Ini di mana?” tanya Sarah ketika mereka memarkir sepeda motor di tempat yang telah disediakan.

“Aku juga enggak tahu namanya. Cuma dari sini, kita bisa melihat Pulau Setan,” jawab Ali sembari membantu melepaskan helm yang dikenakan Sarah.

“Hah! Pulau Setan? Serem dong.”

“Enggak. Semula namanya Pulau Sultan. Kamu tahu sendiri kebiasaan orang kita, suka memplesetkan segala sesuatu, biar terdengar lebih menjual. Jadilah Pulau Setan, tetapi lokasinya indah banget loh.

Mereka sudah berjalan menuju pondok-pondok yang tersedia. Di sana biasanya para wisatawan beristirahat, makan, minum, dan berbincang dengan kawan-kawan ataupun keluarga sembari menikmati keindahan pantai yang tenang.

Lihat selengkapnya